Mafindo: Indonesia Darurat Hoaks Covid-19, Bahayakan Penanganan Pandemi
Jakarta, Poskita.co
Di tengah keprihatinan bangsa Indonesia yang tengah menarik tuas rem PPPM Darurat guna
menekan laju penyebaran COVID19, media digital kita masih terus dibanjiri dengan berbagai hoaks
dan hasut yang meresahkan.
Hal ini dikemukakan Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho kepada Poskita.co, Rabu (21/07/2021) melalui telepon.
Mafindo melalui situs TurnBackHoax.ID mencatat 1060 hoaks COVID-19
sejak Januari 2020 hingga Juli 2021, sebagian diantaranya mengandung narasi yang membahayakan
masyarakat dan merusak upaya penanganan pandemi, termasuk yang disebarkan oleh dr Lois yang
saat ini kasusnya sedang ditangani oleh Polri. Sangat mendesak inisiatif bersama supaya masyarakat
tidak mudah menjadi korban hoaks pandemi, tidak cukup dengan klarifikasi secara digital, edukasi
dan sosialisasi di dunia nyata sangat penting untuk dilakukan. Pemerintah, platform dan masyarakat
harus bergandengan tangan untuk menekan peredaran hoaks.
Hoaks yang menyebut rumah sakit meng-COVID-kan pasien, dan pasien meninggal karena keracunan
interaksi obat yang diresepkan dokter, sangat massif menyebar di masyarakat, membuat orang yang
sakit baik COVID19 maupun bukan, takut untuk pergi ke rumah sakit dan bertemu dokter. Tercatat
beberapa kasus warga meninggal yang terlambat ditangani rumah sakit, akibat termakan hoaks
tersebut, sehingga enggan untuk bergegas ke rumah sakit. Hal ini juga mungkin terjadi kepada
sebagian warga yang meninggal ketika isolasi mandiri di rumahnya.
Hoaks ambulans kosong yang berputar-putar sekeliling kota untuk menakut-nakuti warga, dipercaya
sebagian orang sehingga terjadi beberapa insiden perusakan ambulans, tercatat pelemparan batu
dan kaca pecah di Jogja dan Solo pada minggu kedua Juli 2021. Hal ini sangat meresahkan para
petugas ambulans yang masih harus tetap bekerja di tengah tekanan tinggi akibat antrian pasien
atau jenazah yang membutuhkan ambulans.
Septiaji Eko Nugroho, menyatakan, “PPKM Darurat ini harus disertai
dengan upaya serius untuk menekan lajur penyebaran hoaks pandemi, karena hoaks ini masih
berperan dalam abainya masyarakat terhadap protokol kesehatan, penolakan terhadap vaksin,
hingga meninggalnya warga karena salah mengambil keputusan dalam situasi genting.”
Septiaji melanjutkan, “Diproses hukumnya dr Lois, tidak serta merta akan mengurangi laju peredaran
hoaks, karena polarisasi antara kubu rasional dan kubu denial sudah terlanjur menguat. Kubu denial
ini sangat aktif di media sosial, salah satunya group di Facebook “Akhiri Plandemic” beranggotakan
13 ribu anggota, dan setiap harinya berseliweran konten yang mengajak masyarakat untuk tidak
mempercayai COVID19 dan upaya penanganan pandemi yang sedang dilakukan. Kalaupun dr Lois
berhenti menyebarkan hoaks, maka akan ada orang lain yang kemudian ditokohkan oleh kelompok
denial ini.”
“Platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok juga perlu lebih responsif untuk
menyisir konten hoaks yang dilaporkan masyarakat, khususnya konten hoaks yang sudah diklarifikasi
oleh ekosistem periksa fakta di Indonesia. Platform perlu memanfaatkan database hoaks yang
terbangun untuk secara otomatis memperingatkan pengguna jika mengunggah konten hoaks yang
serupa. Akun-akun yang berulang kali sengaja menyebarkan hoaks COVID19 yang meresahkan perlu
dikeluarkan dari platform,” sambung Septiaji.
Cosmas