Dhupak Bujang Esem Mantri Semu Bupati Era K.13
ARTIKEL PENDIDIKAN
Oleh: Hanani SPd SD
SDN Weru 02, Weru, Sukoharjo
Falsafah Jawa yang melekat dalam kehidupan ini nyaris tergeser. Presiden Joko Widodo sampai mencanangkan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) sebagai landasan terbentuknya nilai–nilai karakter.
Sebagai orang Jawa, falsafah ini begitu merasuk dalam jiwa seseorang yang notabene memangku jabatan dan berakhlak mulia. Berat rasanya membentuk akhlak seperti yang diidamkan banyak orang.
Apa makna sebenarnya Dhupak Bujang Esem Mantri Semu Bupati itu. Kalau di kehidupan keraton, seorang Raja Jawa, memperingatkan bawahannya itu selalu melihat tingkat pemahaman seorang pejabat. Semakin tinggi jabatan seseorang, berarti tingkat pemahamannya tentang sesuatu juga dianggap semakin baik.
Untuk seorang pejabat atau bupati, cara mengingatkan cukup hanya diberi pasemon (isyarat) saja, mengingat jabatannya yang tinggi (intelektualnya juga tinggi). Untuk seorang mantri (posisi dibawah bupati), untuk mengingatkan cukup diberi esem (senyuman) penuh arti, dia akan tahu bahwa sedang diperingatkan.
Namun untuk seorang bujang/kuli, tingkat rendah (pemahamannya) cara mengingatkannya harus dengan cara yang sejelas-jelasnya. Tidak mungkin bisa hanya dengan isyarat atau pun senyuman saja. Harus dibicarakan dengan bahasa yang seterang-terangnya (istilahnya didhupak/ditendang).
Saat ini, dalam dunia pendidikan berkembang begitu cepat sejak adanya hanphone. Sayang, pengguna kebanyakan anak–anak yang belum waktunya menggunakan hanphone, sehingga membawa dampak yang kurang baik.
Bagi pemakai handphone, contoh anak yang sering menggunakan HP jika dipanggil sering tidak memperhatikan. Panggilan pertama tidak respon, panggilan kedua menjawab, dan tidak beranjak panggilan ketiga, dengan volume agak keras baru beranjak tapi biasanya dengan wajah yang kurang menyenangkan.
Falsafah Jawa Dhupak Bujang Esem Mantri Semu Bupati inilah yang tergeser. Untuk mengatasi krisis karakter yang melanda anak bangsa khususnya di Indonesia maka di Kurikulum 13 diwujudkannya pendidikan karakter.
Pendidikan karakter menurut kamus Psikologi; karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat–sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982:p.29).
Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values eduction). Nilai dalam pendidikan karakter berdasarkan Permendiknas No 2 Tahun 2010 terdapat 18 nilai karakter yang sekarang dalam Kurikulum 2013 dirampingkan menjadi 5 yaitu religius, integritas, mandiri, nasionalis dan gotong–royong.
Tugas guru memang berat, meluruskan yang bengkok menjadikan pendidikan karakter sebagai makanan pokok dalam setiap pembelajaran. Guru harus menjadi contoh dalam segala hal karena nilai-nilai karakter akan mudah terbentuk di Sekolah Dasar ketimbang menanamkan nilai-nilai karakter di sekolah–sekolah yang lebih tinggi.
Walaupun semua itu bukan tugas guru semata, namun karena ini adalah sebuah pengabdian dan tanggung jawab. Guru adalah sosok orang yang digugu dan ditiru. Oleh karena itu, guru harus siap memberikan contoh perbuatan yang baik, perkataan yang jujur dan sikap yang santun. Maka bersama guru orang tua bisa bersinergi, untuk menjadikan anak bangsa menjadi generasi emas di tahun 2045. (*)
Editor: Cosmas Gun