Sengkarut Dunia Pendidikan Kita

Spread the love

OPINI PENDIDIKAN

Oleh : Dra Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta.

Sri Suprapti    foto:IST

Managing Director Putra Sampoerna Foundation, Nenny Soemawinata, mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih rendah. “Kita kadang tidak diterima kerja di sana. Kenapa ? Karena sudah terbukti dan ada data kualitas pendidikan di Indonesia terendah di ASEAN. Makanya, kita harus mengejar,” ungkapnya, mengutip dari situs resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (16/8/2016), dimuat di  https://news.okezone.com. 

Pendidikan di Indonesia memang sudah tidak menjadi rahasia lagi bagi umum, masih banyak masalah yang sedang terjadi. Banyak sekali kekerasan dalam lingkungan  pendidikan, antara lain: tawuran antar siswa atau mahasiswa, kekerasan antara guru dan siswa atau sebaliknya, bahkan antar orang tua dan guru. Tawuran itu dilakukan secara rutin setiap tahunnya, hanya karena kesalahpahaman atau dendam pribadi.

Antara guru dan siswa, hanya  karena mengingatkan perilaku siswa yang kurang baik dan guru  mengharapkan agar siswa menjadi lebih baik lagi. Orang tua hanya  pasrah saja kepada gurunya, dan apabila ada kesalahan dari anaknya maka tidak segan-segan orang tua langsung memvonis bahwa gurulah yang salah dan harus bertanggungjawab atas perbuatan yang dianggap tidak mendidik.

Di Indonesia siswa hanya mengharapkan  nilai bagus dan baik bila perlu menjadi juara. Bahkan kalau sudah menjadi juara  anak-anak yang pandai bisa langsung mendapatkan tempat atau sekolah yang lebih tinggi dan dianggap favorit.  Mereka masih menganggap sekolah yang unggul dan berprestasi bahkan sudah punya nama,  juga akan membawa diri dan keluarganya ikut terangkat derajatnya. Sekolah yang baik dan terkenal apalagi sudah punya nama, pada umumnya dianggap sekolah yang berbeaya mahal. Itu artinya , siapa pun yang masuk sekolah tersebut masuk kategori orang kaya. Dan ada sebagian yang kemudian muncul kalimat dalam bahasa Jawa  adigang adigung adiguna  (tidak ada artinya sama sekali).  Akhirnya mereka yang dipandang pendidikannya itu baik bahkan pandai akan menjadi tidak berguna, karena mereka menjadi perilaku yang kurang baik.  Sehingga dengan keadaan  yang  sesungguhnya mereka yang pandai tidak semuanya berkualitas baik.

Sebaliknya bagi mereka yang tergolong orang yang tidak mampu, seharusnya semuanya digratiskan dengan tanpa syarat,  termasuk pendidiknya dalam hal ini adalah guru. Jangan hanya setengah hati dalam mengurusi masalah pendidikan, atau dalam bahasa Jawa diculke endhase digondheli buntute  (tidak ikhlas).  Kalau memang pendidikan yang berkualitas ini sangat dibutuhkan di Indonesia, seharusnya semuanya saling bantu membantu, tolong menolong yang  tanpa pamrih sedikit pun.   Dan tidak mudah untuk mengobral  janji dalam hal apapun juga atau dengan kata lain diiming-imingi seperti dalam mencari bakal calon.

Sebagai contoh, misalnya pendidik wajib mengikuti ujian  dan yang sudah lulus Ujian Kompetensi Guru (UKG) akan mendapatkan tunjangan sertifikasi. Untuk yang belum lulus ujian harus mengulang dengan waktu yang sudah ditentukan. Setelah lulus, memang mendapatkan tunjangan sertifikasi sesuai yang dijanjikan oleh pemerintah, namun dengan menggunakan syarat yang harus dipenuhi oleh penerima tunjangan tersebut. Dan kalau syarat menerima tunjangan tidak terpenuhi, maka banyak tugas yang harus dilakukan oleh yang bersangkutan. Karena harus diselesaikan sendiri maka tidak aneh kalau harus meninggalkan siswa demi mendapatkan tunjangan. Apakah hal ini tidak akan menimbulkan masalah baru? Mengapa tidak langsung dimasukkan rekening kepada yang bersangkutan?

Pekerjaan pendidik yang sudah tersertifikasi tidak kalah banyak dibandingkan dengan tugas seorang siswa. Bahkan bisa dikatakan melebihi pegawai Tata Usaha dan Bidang Administrasi lainnya. Yang umum dilakukan seorang pendidik adalah membuat perangkat pembelajaran rutin misalnya: kalender pendidikan, jadwal, buku agenda jurnal,  silabus, rpp, buku nilai, daftar hadir siswa, bank soal, program semester, program tahunan. Hal itu tidaklah menjadi beban berat bagi seorang pendidik, karena memang itu wajib dilakukannya. Sudah membuat Perangkat KBM tetapi masih harus melakukan kegiatan antara lain:  guru pembelajaran, daring, in on in, tugas tambahan, kurtilas, dapodik, supervisi, raport, monev, pkb, pak tahunan, wali kelas, seminar/diklat. mengapa?

Untuk kurikulum di Indonesia,  juga menjadikan kurikulum yang tidak pasti, selalu berganti-ganti. Bahkan sekolah  yang satu dengan yang lainnya bisa berbeda kurikulum,  walaupun satu kota dan satu kantor dinas. Sebenarnya apapun  kurikulumnya, kalaupun itu aturan yang harus digunakan maka semuanya juga akan menyesuaikan. Materi yang disampaikan kepada siswa terlalu banyak, karena memang materi ini target yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Untuk mengejar bahan evaluasi terakhir di jenjang sekolah itu. Mampukah siswa menyerap materi yang sebanyak itu?

“Nenny juga mengingatkan kepada mahasiswa agar tidak hanya rajin berkuliah, tapi juga gemar membangun soft skill leadership.

Menurut pendapat saya, mahasiswa sudah seharusnya memang rajin berkuliah, karena ini bisa mendidik rasa disiplin yang harus dimiliki oleh mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa juga melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN), belajar menghadapi masyarakat secara nyata. Mahasiswa FKIP melakukan PPL sekarang dengan nama Mahasiswa Magang, belajar langsung menghadapi siswa dalam hal ini belajar dalam mengajar di depan siswa. Mahasiswa membutuhkan kedisplinan dan  menjadi contoh bagi siswa yang dihadapinya. Bahkan untuk bisa lulus menempuh kuliahpun masih diwajibkan untuk ujian Skripsi yang harus dipresentasikan di depan beberapa dosen yang menjadi pengujinya.

Kalau mahasiswa itu sudah tidak mempunyai jiwa disiplin bagaimana nantinya  apabila menjadi pemimpin yang tidak disiplin ? Pemimpin yang  mempunyai keahlian dan yang berkualitas, bisa memberi contoh yang baik  dan yang bisa menjadi contoh, itu merupakan pemimpin yang profesional.

Mengapa kualitas pendidikan di Indonesia masih tetap rendah? Mengapa?  Bagaimana menurut anda?

***

Editor: Cosmas