Menanti dan Berharap Sikap Ormas Kristen Indonesia
Solo, Poskita.co . Belum lama ini, Presiden Jokowi membuat Peraturan Pemerintah baru (PP Nomor 25 Tahun 2024) yang isinya menawarkan izin tambang pada organisasi kemasyarakatan keagamaan, atau simpelnya ormas agama. Masyarakat mencurigai, tawaran izin tambang ini memiliki tujuan politik tertentu. Masyarakat juga khawatir, jika semakin banyak dan mudah izin tambang diberikan, kerusakan lingkungan semakin tak terhindarkan.
Sebagai umat Kristen, penulis menantikan sikap ormas agama Kristen terhadap tawaran izin tambang ini. Namun, sebelum menantikan sikap ormas Kristen, agak sulit menentukan, ormas mana yang akan menerima ataupun menolak izin tambang? Hal ini disebabkan karena ormas Kristen itu banyak jumlahnya, dan cakupannya juga berbeda-beda.
Pertama-tama, penulis perlu memisahkan Kristen dari Katolik. Keduanya diakui sebagai agama terpisah, serta mempunyai bagian tersendiri di Kementerian Agama: Bimas Katolik dan Bimas Kristen.
Umat Katolik memiliki satu ormas saja, yaitu Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Sedangkan ormas Kristen itu banyak dan kompleks.
Unit organisasi terkecil umat Kristen di Indonesia adalah gereja. Beberapa gereja yang memiliki kesepahaman membentuk organisasi yang lebih besar, disebut sinode. Di Indonesia, ada sekitar 300 sinode.
Beberapa sinode membentuk organisasi yang lebih besar, disebut aras gereja.
Aras gereja sebenarnya memiliki perkumpulan yang lebih besar, yaitu Forum Umat Kristen di Indonesia (FUKRI). FUKRI terbentuk sejak 2011, namun penulis sendiri perlu mencari lebih detail ketika mencarinya, karena FUKRI sendiri merupakan pengetahuan baru bagi penulis.
Ada beberapa aras gereja yang bisa dianggap aras besar, karena beranggotakan banyak sinode. Aras gereja yang paling senior dan populer adalah Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
Ada 2 aras lain yang jumlah anggotanya dapat disebandingkan dengan PGI. Dua aras gereja ini adalah Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili di Indonesia (PGLII) dan Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI). Khusus PGPI, ada catatan tambahan. PGPI terpecah sejak 2018, dan orang-orang yang menentang hasil Musyawarah Besar PGPI membentuk Perkumpulan Gerakan Pentakosta Indonesia Pembaharuan (PGPI-P).
Aras gereja lainnya yang anggotanya multi-sinode, namun tidak sebesar PGI – PGLII – PGPI; ada 2 yaitu Persekutuan Baptis Indonesia (PBI) dan Persekutuan Gereja-gereja Tionghoa di Indonesia (PGTI).
Ada 3 sinode gereja yang memiliki keistimewaan karena disetarakan dengan aras gereja. 3 sinode ini adalah Gereja Orthodox Indonesia (GOI), Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK), dan Gereja Bala Keselamatan.
Adapula sinode gereja yang terdaftar di beberapa aras gereja sekaligus, yaitu
- Sinode Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK). Terdaftar PGI, PGLII, dan PGTI.
- Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI) adalah anggota terdaftar PGI, PGLII, PGPI, dan mungkin PGPI-P.
Publik umum biasanya menganggap suara PGI adalah suara umat Kristen, walau kenyataannya tidak semua umat Kristen merasa terwakili oleh PGI. PGI cukup memperhatikan isu sosial dan beberapa kali menyuarakan sikap, namun pernah sikap PGI justru mengecewakan sebagian umat Kristen.
17 Juli 2015, ada kejadian kerusuhan di Tolikara karena umat Islam yang sedang menunaikan ibadah salat Idul Fitri diganggu oleh oknum dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI). Keesokan harinya, kantor PGI dipakai oleh Bimas Kristen untuk melakukan rilis pers yang menyesalkan kasus tersebut. Bimas Kristen juga mengajak PGI (dan PGLII) berkoordinasi, walau sinode GIDI bukan anggota PGI melainkan PGLII.
September 2020, ada kejadian penembakan Pdt. Yeremias Zanambani, tokoh suku Moni yang juga pendeta dari sinode Gereja Kemah Injili Indonesia (GKII), anggota PGI dan PGLII. PGI merespon kejadian ini dengan mengeluarkan berita pernyataan sikap PGLII serta berita susulan yang intinya meminta polisi untuk mengusut tuntas kasus ini. Sikap PGLII antara lain menyesalkan kekerasan di Papua dan mendorong pemerintah pusat membentuk tim investigasi.
Juni 2016, PGI pernah mengeluarkan pernyataan pastoral tentang kaum LGBT. Dari beberapa poin pernyataan, ada pernyataan bahwa LGBT bukan persoalan, tafsir ayat Alkitab yang seolah-olah menghakimi kaum LGBT, serta menerima kaum LGBT. Pernyataan pastoral tentang LGBT menimbulkan diskusi pro dan kontra, dan justru karena pernyataan ini dikeluarkan, sebagian umat Kristen menjadi kecewa dan merasa tidak terwakili oleh PGI.
Kembali ke isu izin tambang. Pada 1 Juni 2024, PGI sudah mengeluarkan tanggapan tentang izin tambang. Pernyataan kunci dari Ketum PGI Pdt. Gomar Gultom adalah, ormas keagamaan tidak boleh mengesampingkan tugas dan fungsi utamanya, yakni membina umat. Beberapa hari kemudian, pada 6 Juni 2024, PGI mengeluarkan pernyataan penjelas, yang intinya menyatakan bahwa PGI masih mengkaji hal tersebut dan merasa tidak punya kemampuan di bidang tambang.
Penulis bersyukur karena secara implisit PGI menunjukkan penolakan atas izin tambang dari pemerintah, namun penulis tetap mengharapkan pernyataan sikap yang lebih eksplisit.
Ada pula satu sinode gereja yang sudah menyatakan sikap penolakan terhadap izin tambang, yaitu sinode Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). HKBP menolak izin tambang dan mendorong pemerintah supaya beralih ke teknologi yang ramah lingkungan. Penulis mengapresiasi sikap HKBP yang jelas dan tegas.
Penulis masih mengharapkan pernyataan sikap yang terang benderang dari aras gereja lainnya (PGLII, PGPI, PGPI-P, PGTI, PBI, GOI, GMAHK, Bala Keselamatan). Pernyataan sikap bisa juga dikeluarkan sinode-sinode gereja secara independen, jika menunggu pernyataan sikap dari aras gereja dianggap terlalu lama.
Pernyataan sikap ormas Kristen tentang izin tambang akan ditunggu umat Kristen, karena sikap ormas Kristen menentukan langkah-langkah strategis yang diambil umat Kristen selanjutnya. Penulis sendiri bersikap menolak tawaran izin tambang, karena pertambangan adalah urusan ekstraktif kompleks dan sangat rawan merusak lingkungan. Namun, bagi ormas Kristen yang menerima tawaran izin tambang, penulis berharap mereka yang menerima izin mengelolanya dengan hikmat kebijaksanaan dari Tuhan, serta tidak menyandera ormas untuk kepentingan politik tertentu.
Akhir kata, hendaknya ormas-ormas Kristen merenungkan kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 10:31, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”
Oleh: Stephen Kevin Giovanni