Puluhan Tahun Korupsi di Solo Tak Terjamah, Korupsi “Terbiadab” Rp 2,5 Miliar di Dinas PUPR Seret Siapa Saja yang Terlibat
Foto: Istimewa
SOLO, POSKITA.co – Selama puluhan tahun kasus korupsi di kota Solo tak terjamah institusi penegak hukum. Sekarang ini jadi heboh saat kasus dugaan korupsi dana APBD 2019 sebesar Rp 4,5 miliar yang digunakan untuk normalisasi saluran drainase di kawasan Stadion Manahan sisi selatan.
Kejari Surakarta membuka dugaan kasus korupsi di Kota Bengawan. Korps Adhyaksa secara terang benderang menyatakan bahwa seorang mantan pejabat di Dinas PUPR berinisial AN dan seorang kontraktor berinisial HMD sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Keberanian Kajari Surakarta, Supriyanto ungkap kasus ini kepada awak media, Senin (29/9), mendapat dukungan berbagai pihak, salah satunya bagian dari masyarakat yang turut mengangkat kasus ini yakni Dr BRM Kusumo Putro SH MH.
Kusumo Putro, lawyer, dengan tegas mengatakan kasus dugaan korupsi ini merupakan perkara yang paling biadab, anggaran proyek sebesar Rp 4,5 miliar, dikorupsi Rp 2,5 miliar. Anggaran proyek yang tinggal Rp 2 miliar belum termasuk keuntungan yang diambil kontraktor dan pajak yang harus dibayarkan kontraktor, lalu hasil proyek jelas kualitasnya memprihatinkan. “Ini kejahatan yang paling biadab di Kota Solo,” tegasnya.
Sebab dana untuk proyek tersebut, lanjutnya, jelas-jelas berasal dari pajak rakyat seperti pembayaran PBB, retribusi dan pajak lainnya.
Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara Republik Indonesia (LAPAAN RI) tersebut meyakini uang hasil korupsi sebesar Rp 2,5 miliar dinikmati oleh berbagai pihak, tidak hanya untuk kepentingan pribadi dua tersangka yakni AN dan HMD. “Dana yang dikorupsi mengalir kemana saja, kami meminta agar penyidik kejaksaan dapat mengungkapnya dan menyeret siapa saja yang terlibat. Sebab pihak kejaksaan belum bisa menemukan atau menyita uang hasil korupsi sebesar Rp 2,5 miliar. Untuk itu, kami juga meminta agar pihak kejaksaan menyita aset-aset milik kedua tersangka yang diyakini berasal dari hasil korupsi,” tandas advokat yang selama ini memiliki keberanian untuk mengungkap berbagai kasus korupsi tersebut.
Dia juga menyayangkan proyek normalisasi saluran drainase yang bermasalah ini, tanpa ada pengawasan ketat baik dari pengawas proyek maupun pengawas dari dinas terkait. Kemana saja waktu itu Kepala Dinasnya?. “Begitu juga kemana saja anggota DPRD Kota Solo waktu itu, khususnya komisi terkait yang membidangi masalah pembangunan. Padahal mereka kerap melakukan inspeksi mendadak (sidak), tapi kenapa tidak mengetahui masalah ini,” kata Kusumo dengan nada tanya saat ditemui di kantornya di kawasan Kompleks Sriwedari, Rabu (1/10).
Begitu salah satu kasus dugaan korupsi di Kota Solo ini mulai disentuh pihak kejaksaan, pengacara yang memiliki reputasi pemberani dan disegani itu, bersama timnya akan ‘membidik’ sejumlah dinas yang selama ini diyakini juga melakukan tindak pidana korupsi. “Saya akan mengerahkan tim untuk melakukan berbagai investigasi di sejumlah dinas yang diyakini bermasalah dan jika ditemukan bukti yang cukup segera kita laporkan ke institusi penegak hukum, mumpung saat ini Kejaksaan Solo cukup berani mengungkap kasus korupsi, yang mana sudah cukup lama mungkin sudah sepuluh tahun lebih tidak ada aparat penegak hukum yang berani mengungkap kasus korupsi di Kota Solo,” paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kajari Solo, Supriyanto telah menetapkan mantan pejabat di lingkungan Pemkot Solo, berinisial AN dan Direktur PT Kenanga Mulia berinisial HMD sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek normalisasi saluran drainase di sebelah selatan Kantor Dispora Manahan hingga memanjang ke arah timur.
Diungkap Kajari, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang curiga dengan kualitas proyek drainase yang dikerjakan di kawasan sisi selatan Kantor Dispora Manahan. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti tim penyidik Kejari dengan melakukan telaah dokumen hingga pemeriksaan lapangan.
“Hasil penyelidikan hingga penyidikan, penyidik menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan sejak tahap awal. Adapun penyimpangannya di tahap pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan Perpres Pengadaan Barang dan Jasa, serta tidak sesuai kontrak yang disepakati antara PPK dan penyedia jasa proyek,” tegas Supriyanto,
Proyek normalisasi saluran drainase yang menggunakan APBD Kota Solo tahun 2019 ini, lanjut Kajari, penyimpangannya diduga mencakup tiga hal.
Pertama, pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (speknya jauh di bawah kontrak). Kedua, terdapat kekurangan volume pekerjaan yang cukup signifikan. Ketiga, ada pekerjaan yang secara teknis tidak bisa dipertanggungjawabkan karena justru berpotensi membahayakan keselamatan lingkungan sekitar.
“Kerugian negara timbul karena spesifikasi pekerjaan di bawah standar, ada volume yang tidak terpenuhi, serta hasil pekerjaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dari total anggaran Rp 4,5 miliar, kerugian negara kurang lebih Rp 2,5 miliar,” ungkapnya.
Dalam mengusut kasus ini, jaksa masih melakukan asset tracing terhadap dugaan aliran dana korupsi. Dari hasil pemeriksaan, keuntungan paling besar mengalir ke pihak penyedia jasa. Namun uang hasil korupsi itu belum ditemukan maupun belum bisa disita.
“Profiling dan penelusuran aset masih dilakukan. Namun sampai saat ini belum ada uang yang bisa disita sebagai barang bukti untuk penyelamatan keuangan negara. Yang pasti, keuntungan sudah masuk ke kontraktor, tapi masih kita dalami,” papar jaksa senior yang pernah berdinas di Kejari Batu, Malang tersebut.
Tanto/*