Pelapor Kasus Sertifikat Palsu Perangkat Desa Gemantar Dipolisikan

Spread the love

SRAGEN, POSKITA.co – Pelapor kasus dugaan sertifikat palsu dalam pengisian perangkat desa di Desa Gemantar, Mondokan, Sragen, dilaporkan polisi. Dengan laporan dugaan tuduhan palsu.

Hal itu diungkapkan pengacara dua perangkat desa Gemantar Antonius Tigor Witono saat bertemu dengan awak media, Rabu (6/12). Menyusul kedua perangkat desa Gemantar diyakini akan bebas dari dakwaan kasus dugaan sertifikat palsu dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sragen.

Pasalnya, untuk semua dakwaan dinilai tidak terbukti. Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan pledoi atau pembelaan.

“Memang pelapor sudah kita laporkan balik ke pihak kepolisian,” papar Tigor.

Di sisi lain, kata Tigor, sebagai kuasa hukum pihak terdakwa, berharap hakim memberikan putusan bebas pada sidang Putusan nanti lantaran tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan.

Perangkat desa yang tengah berperkara yakni Erwin Nur Hidayat dan Teguh Yumarudin mendapat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen Selama 3 bulan penjara. Penasehat hukum terdakwa Antonius Tigor Witono dan Lucia Rachmawati menilai bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran hukum sama sekali.

Tigor Witono menyampaikan poin utama soal dakwaan jelas tidak terbukti semua, sehingga untuk klienyya untuk dibebaskan dari tuntutan jaksa.

Terlebih pihaknya menggarisbawahi keterangan saksi ahli. ”Apakah sertifikat kompetensi itu sama dengan sertifikat kursus, dalam hal ini harus ahli yang menerangkan. Tapi justru dari ahli mengaku tidak memiliki kompetensi menilai itu,” ujarnya.

Tigor menambahkan fakta persidangan tersebut sudah dijabarkan dalam agenda pledoi. Pihaknya menyampaikan jadwal putusan diagendakan pada 19 Desember mendatang.

”Keterangan fakta persidangan ini justru membuktikan bahwa tuntutan jaksa itu tidak terbukti,” ujar dia.

Dia menilai berkaitan ijin atau tidak berizin suatu lembaga LPK tak sepatutnya berujung menjadi sanksi pidana. Terkait dakwaan yakni pasal 68 ayat 2 UU Sisdiknas, jika sertifikat yang dikeluarkan bukan sertifikat kompetensi, tidak bisa diterapkan pasal tersebut. Karena Sertifikat yang dikeluarkan yakni sertifikat kursus.

Ditambahkan Lucia berita yang beredar, seolah-olah mengkonstruksikan kliennya lolos sebagai perangkat desa dengan cara yang curang. Lantas sebagai upaya klarifikasi, pihaknya menyampaikan fakta hukum selama di pengadilan.

Pihaknya menjelaskan para saksi di bawah sumpah selama persidangan bahwa pelapor awalnya melapor pada 17 Januari 2022 menjadi mengadukan pada para terdakwa pada 7 Desember 2021. Pada saat tersebut proses penjaringan masih berlangsung dan belum dilakukan seleksi di Uniba.

”Pelapor saat melaporkan para terdakwa tidak membawa saksi dan tidak membawa alat bukti surat apapun. Pertama kali melihat fotokopi sertifikat kursus milik para terdakwa adalah di kantor polisi,” ujarnya.

Lantas fakta persidangan, bahwa keributan akibat penggunaan sertifikat pada 26 November 2021 jam 13.00 terbantahkan sejumlah saksi. Keributan yang terjadi lebih akibat dari penolakan dari isteri pelapor yang meminta perpanjangan waktu pencocokan berkas.

Kemudian dua saksi ahli yang dihadirkan JPU mengakui tidak memiliki kompetensi dan mencabut seluruh keterangannya yang menyamakan sertifikat kursus sebagai sertifikat kompetensi.

Diketahui dalam sidang tuntutan sebelumnya, dalam kasus sertifikat yang diragukan keabsahannya ini, kedua terdakwa dituntut 3 bulan penjara. (Cartens)