Dana Operasional RT Desa Buntar Dikorupsi
KARANGANYAR, POSKITA.co – Dana operasional Rukun Tetangga (RT) di Desa Buntar, Kecamatan Mojogedang, Karanganyar, diduga di korupsi, Kamis (16/11). Pasalnya, anggaran dari APBD Kabupaten Karanganyar yang seharusnya dicairkan Rp500 ribu/RT. Namun para RT hanya menerima pencairan Rp220 ribu/RT. Kasus itu muncul saat ditengarai saat dijabat Pj Kades Endroko. Kondisi itu membuat para ketua RT di Desa Buntar mengeluh akibat anggaran milik mereka di sunat.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, pada tahun 2016 para RT mendapatkan anggaran operasional Rp 500 ribu. Hanya saja, dalam proses pencairan para ketua RT hanya mendapatkan Rp220 ribu. Melihat kondisi itu, para ketua RT yang resah sempat melaporkan kasus itu Camat Mojogedang, Polsek Mojogedang, Polres maupun Bupati Karanganyar.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Karanganyar (FMPK) Andre mengungkapkan,dari hasil aduan dan investigasi yang dilakukan pihaknya kasus dugaan korupsi dengan cara pemotongan anggaran ketua RT itu saat dijabat oknum sekretaris desa (sekde) yang juga sebagai Pj kades Buntar. Bahkan para ketua RT selaku korban ini sempat dipanggil dan dimintai keterangan di pihak kepolisian Polres Karanganyar.
“Karena pihak desa waktu itu tidak memberikan hak para RT secara penuh, lantaran dari anggara Rp500 ribu mereka hanya menerima Rp220 ribu/ RT. Meski mungkin nilainya kecil, namun karena anggaran tersebut dari dana negara maka sudah bentuk korupsi,” tandas Andre.
Melihat perkara itu, kata Andre, pihaknya meminta kepolisian kembali mengusut dan membuka kasus itu karena sudah bentuk tindak pidana korupsi.
“Mengingat sebuah kasus tidak berlaku surut, maka untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta memberi kepercayaan hukum, maka tindak pidana korupsi meski kecil harus diungkap,” tegas Andre.
Ketua RT 03 RW 02 Desa Buntar Sukarno dalam surat pernyataanya mengungkapkan, dirinya hanya menerima biaya operasional RT 220 ribu yang semestinya Rp500 ribu.
“Saya sendiri bicara apa adanya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kalo biaya operasional RT yang diterima hanya Rp 220 ribu dari Rp500 ribu,” beber Sukarno.
Sementara Endroko saat dikonfirmasi membantah adanya pemotongan anggaran untuk RT tersebut. Karena yang diberikan sudah sesuai dengan anggaran desa. Bahkan pihaknya pernah dikonfrontir dengan bendahara desa soal masalah itu.
“Namun dari hasil konfrontir itu tidak ada masalah. Sehingga saya malah bingung dan kaget dengan munculnya persoalan tersebut. Lantaran pihaknya menjabat Pj di Desa Buntar sudah lama,” jelas Endroko saat dihubungi wartawan.
Menurut Endroko, kalo memang ada penyimpangan tentunya pihak terkait turun tangan. Namun pada kenyataanya pihak camat, kepolisian maupun inspektorat tidak pernah memanggilnya.
“Hanya itu tadi, saya dan bendahara desa sempat dikonfrontir tidak ada penyimpangan maupun masalah,” jelas Endroko. (Cartens)