Peran Guru Dalam Pendidikan Akhlak Sebagai Upaya Membentuk Karakter Santri

Spread the love

Oleh: Pertapa Sari, S.S.
SMA Assalaam Sukoharjo

Remaja merupakan generasi harapan bangsa di masa yang akan datang. Di tangan para remaja inilah kebesaran bangsa menjadi tumpuan harapan. Generasi yang berakhlak merupakan aspek yang sangat krusial dalam mepertahankan identitas nasional, baik dilihat secara teori maupun praktik. Secara teoretis, moral merupakan sistem intrinsik ketahanan manusia dalam hubungan dengan orang lain, termasuk dalam hal ini kemampuan memaksa diri untuk berperilaku baik, sehingga akhirnya tercipta situasi yang kondusif dalam masyarakat. Sementara secara praktis, moralitas merupakan syarat mutlak terciptanya suatu bangsa yang sehat dan makmur. Itulah sebabnya, sangat mudah dimaklumi jika dalam pandangan Islam, suatu bangsa yang menjadikan akhlak dan moral sebagai pegangan utamanya maka Allah Swt menjamin negeri itu mendapatkan kemakmuran dan kejayaan. Karakter yang muncul pada diri remaja sangat dipengaruhi oleh akhlak yang menjadi citra diri mereka. Namun sangat disayangkan, saat ini masih banyak sekali ditemui kondisi remaja dengan segudang permasalahan dan kenakalan. Bahkan banyak di antara kenakalan-kenakalan tersebut yang mengarah pada tindak kriminalitas.
Kecenderungan terjadinya tindak kenakalan dan kriminalitas di kalangan remaja yang semakin dan terus meningkat ini secara faktual antara lain terlihat dari banyaknya tayangan berita kriminal di televisi dan media masa lainnya. Tak luput setiap harinya selalu disajikan berita mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja. Pada tahun 2013 angka kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 7007 kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus. Artinya dari tahun 2013 – 2014 mengalami kenaikan sebesar 10,7%, kasus tersebut terdiri dari berbagai kasus kenakalan remaja diantaranya, pencurian, pembunuhan, pergaulan bebas dan narkoba. Berdasarkan data tersebut kita dapat mengetahui bahwa pertumbuhan jumlah kenakalan remaja yang terjadi tiap tahunnya. Dari data yang didapat kita dapat memprediksi jumlah peningkatan angka kenakalan remaja, dengan menghitung tren serta rata–rata pertumbuhan, dengan itu kita bisa mengantisipasi lonjakan dan menekan angka kenakalan remaja yang terus meningkat tiap tahunnya. Kemudian pada tahun 2016 mencapai 8597,97 kasus, dan pada tahun 2017 diprediksikan akan mencapai 9523.97 kasus, 2018 sebanyak 10549,70 kasus, 2019 mencapai 11685,90 kasus dan pada tahun 2020 mencapai 12944,47 kasus. Mengalami kenaikan tiap tahunnya sebesar 10,7%. Badan Pusat Statistik, Profil Kenakalan Remaja; Study di Lembaga Permasyarakatan Anak Blitar, Tangerang, Palembang dan Kutoarjo (Badan Pusat Statistik Jakarta, 2015). Selain tindakan kenakalan remaja dan tindak kriminalitas, masalah moralitas dan seks di luar nikah telah pula menjadi masalah kronis bagi remaja pada saat ini. Menilik dari data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Pelaku atau bisa disebut juga sebagai korbannya adalah remaja putri. Sementara dari hasil survei lain juga menyatakan, bahwa satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pra nikah dan membuktikan 62,7% remaja kehilangan keperawanannya saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2% di antaranya berani melakukan tindakan ekstrim yang sudah di luar batas kemanusiaan, yakni pernah melakukan aborsi. Aborsi tersebut dilakukan sebagai jalan keluar dari akibat dari perilaku seks bebas. Sumber lain juga menyebutkan, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi dan jumlah kehamilan yang tidak diingin-kan (KTD) pada remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun.
Dengan realitas kenakalan remaja di Indonesia menjadi perhatian tersendiri. Ada hal yang perlu dibenahi dalam proses pendidikan Indonesia. Untuk menanggulangi permasalahan ini diperlukan sistem dan kebijakan pendidikan yang berskala nasional. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Serena Masino and Miguel Nin O-Zarazüa bahwa di negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat diperlukan kebijakan pendidikan yang menjamin tersedianya sarana dan prasarana pendidikan guna terwujudnya pembelajaran yang menjamin peserta didik bisa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang unggul.5
Menurut Santrock ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, yaitu: (1) Identitas, (2) Kontrol diri (3) Usia, (4) Jenis kelamin, (5) Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, di samping faktor-faktor tersebut, berdasarkan temuan penelitian sebelumnya religiusitas juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kenakalan remaja. Dengan kata lain, remaja yang tingkat religiusitas tinggi maka perilakunya cenderung sesuai dengan nilai dan norma di masyarakat.
Pendidikan yang ada di Indonesia saat ini sangat dipengaruhi pula oleh peran serta para guru yang ada di dalamnya sebagai komponen penting dalam mewujudkan keberhasilan dunia pendidikan. Terutama dalam upaya membentuk karakter para remaja sehingga angka kenakalan remaja maupun tindak kriminalitas yang dilakukan oleh remaja dapat ditekan bahkan dihilangkan. Hal utama yang perlu ditanamkan pada proses pendidikan remaja dalam pembentukan karakter tersebut adalah pendidikan akhlak para remaja.
Artikel ini membahas bagaimana peran guru dalam pelaksanaan pendidikan akhlak terutama di kalangan remaja sebagai upaya membentuk karakter mereka (dalam hal ini santri di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam) sehingga dapat dijadikan sebagai generasi penerus bangsa yang diharapkan. Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam (PPMI Assalaam) Surakarta merupakan salah satu Pondok Pesantren yang ada di wilayah Surakarta, Jawa Tengah Indonesia. Pondok pesantren yang sudah berdiri selama 39 tahun ini saat ini memiliki santri sebanyak 2104, berdasarkan data base santri periode tahun 2020/2021, serta sebanyak 423 pegawai termasuk di dalamnya adalah para guru dan karyawan. Santri yang tentunya masuk pada usia remaja dengan jumlah yang tidak sedikit ini, mereka berasal dari berbagai daerah di nusantara. Keterlibatannya dengan guru atau asatidzah dalam keseharian mereka di lingkungan pondok menjadi gambaran karakter mereka yang akan mereka bawa selulusnya dari pendidikan di pondok pesantren tersebut. Karena Assalaam merupakan sebuah pesantren, tentunya nilai-nilai kepesantrenan sangat kental di dalamnya.
Pesantren merupakan salah satu bentuk pendidikan tradisional yang murni berasal dari budaya Indonesia. Di pesantren juga terdapat nilai-nilai yang memberi jiwa yang menjadi ciri khasnya. Ada ciri-ciri menghargai orang lain, melakukan segala sesuatu secara bersama – sama (kebersamaan), menghormati sesama, dan sebagainya. Selain ciri-ciri tersebut, di pesantren juga dikenal sebuah prinsip yang disebut dengan panca jiwa pesantren. Panca jiwa pesantren tersebut adalah ketulusan, kesederhanaan atau kesopanan, persaudaraan, otonom, dan jiwa yang bebas.
Semua nilai tersebut harus dilestarikan, dikembangkan, dan harus menjadi budaya dan sistem nilai yang mewarnai seluruh komunitas atau masyarakat di lingkungan pesantren. Salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan sistem nilai dan jiwa pesantren adalah dengan sistem modeling. Artinya, budaya dan sistem nilai akan berkembang secara efektif bila ada model atau sampel yang nyata. Model konkrit disini tentunya datang dari para guru, atau istilah yang biasa dipakai di lingkungan pesantren adalah ustadz maupun ustadzah yang selalu mendukung panca jiwa pesantren. Nilai-nilai tersebut akan selalu menjadi jiwa kehidupan mereka khususnya dalam kehidupan pesantren.
Ada sebuah model konkrit yang benar-benar dapat dilihat oleh seluruh masyarakat pesantren khususnya para santri. Siswa melihat guru mereka, guru melihat pemimpin mereka atau orang yang bertanggung jawab unit, dan sebagainya. Selain itu di pesantren ini perlu penyegaran dan kajian tentang tata nilai dan tata nilai di dalamnya yang harus dilestarikan dan dikembangkan bersama di antara semua masyarakat di pesantren. Seperti yang dikatakan Tagyong (2001) bahwa dalam suatu proses pendidikan untuk mencapai visi dan misi serta tujuan pendidikan tidak hanya dengan bergantung pada kurikulum atau program pendidikan tetapi juga ditentukan oleh berbagai faktor atau banyak faktor. Dengan demikian, model pembelajaran yang berorientasi pada sumber daya manusia yang unggul harus selalu diupayakan dan selalu bebas dari budaya dan sistem nilai.
Menurut Tilaar (2000) sosok guru sekurang-kurangnya harus: 1. Memiliki kepribadian yang dewasa dan berkembang. 2. Memiliki penguasaan ilmu yang kuat. 3. Memiliki ketrampilan untuk menggugah semangat belajar bagi siswanya. 4. Mengembangkan potensi secara terus menerus. Profesi sebagai guru merupakan profesi yang membantu dan membimbing perkembangan manusia. Oleh karena itu, kepribadian seorang guru haruslah kepribadian yang dewasa dan terus berkembang. Manusia diberkati dengan bakat yang berbeda. Namun sebagai seorang guru merupakan syarat mutlak untuk memiliki kepribadian dan visi yang matang sehingga mampu menjadi teladan bagi siswanya. Guru memegang peranan penting dan strategis dalam upaya membentuk karakter bangsa melalui pengembangan nilai-nilai yang diinginkan.
Allah dalam surat Ali Imran ayat 79 mengingatkan kita “marilah kita menjadi manusia yang Rabbani yaitu manusia yang selalu belajar dan mengajar”. Artinya, meskipun Anda seorang guru, Anda tidak boleh berhenti belajar. Guru yang berkualitas adalah guru yang tidak pernah berhenti belajar, karena dengan tidak pernah berhenti belajar dapat menginspirasi orang lain.
Dalam penerapan pendidikan akhlak di lingkungan PPMI Assalaam, seorang ustadz/ustadzah mempunyai tanggung jawab yang besar pula dalam bersama-sama menerapkan pendidikan akhlak bagi santri – santrinya. Sehingga pendidikan akhlak tidak hanya menjadi satu mata pelajaran yang diajarkan di dalam kelas saja, yang hanya diajarkan oleh seorang guru mata pelajaran. Namun pendidikan akhlak ini menjadi tanggung jawab bersama seluruh asatidzah di lingkungan PPMI Assalaam.
Akhlak merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara historis dan teologis akhlak tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad Saw. adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, mengatakan: “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan; tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.”
Ajaran dan pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak. Maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Dalam masyarakat pun, akhlak merupakan suatu keutamaan yang diajarkan oleh agama, sehingga seorang muslim belum dikatakan sempurna agamanya bila akhlaknya tidak baik. Para filsuf pendidikan Islam hampir sepakat mengatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab salah satu tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan Akhlakul Karimah.
Ustadzh/ ustadzah harus mampu menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupannya sebelum mengajarkan nilai-nilai agama tersebut kepada siswa. Karena guru menjadi model yang nyata bagi santri-santrinya. Dengan adanya pedoman yang dikeluarkan oleh pihak yayasan yang menaungi PPMI Assalaam di atas, tergambar jelas bahwa pendidikan akhlak di lingkungan PPMI Assalaam menjadi tanggung jawab bersama, terutama adalah peran guru (asatidzah). Bukan hanya pada guru maple akhlak yang mengajar di kelas saja. **

editor: cosmas