Menyemai Kodrat Anak dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Spread the love

Oleh: Marjito, S. Pd

Kepala SDN 01 Jatiwarno, CGP Angkatan 4 Kabupaten Karanganyar

Sejenak ketika kita melihat kembali esensi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, bahwasannya pendidikan adalah merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya KHD (2009). Pendidkan dapat diartikan sebagai persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat.

Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah sebuat aktifitas atau kegiatan yang memiliki tujuan menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar anak dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dari pengertian di atas kita dapat memaknai jika seorang guru atau pendidik hanya dapat menuntun tumbuh dan berkembangnya kekuatan kodrat yang ada pada diri ini anak, sama sekali tidak mengubah sifat dasar dari setiap anak.

Pendidik dapat diasumsikan sebagai seorang petani, yang menuntun setiap benih untuk bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal, dengan memastikan lingkungan yang kodusif, media tanam yang memiliki nutrisi cukup, lahan yang gembur dan berkwalitas baik, menangkal bahaya hama jamur dan virus. Sang petani memastikan setiap benih bisa tumbuh dengan baik, jagung biarlah tumbuh menjadi jagung, kedelai tumbuh sebagi kedelai, dan padi tumbuh sebagai padi. Petani tidak memaksakan semua harus jadi jagung, kedelai, maupun padi, benih dibiarkan tumbuh sesuai kodratnya masing masing.

Demikian pula halnya dengan para murid, setiap anak diciptakan Tuhan dengan segala karakter dan keunikannya masing-masing atau bisa dikatakan setiap anak yang terlahir ke dunia itu tidak sama, maka tidaklah bijak ketika kita memaksakan mereka untuk menjadi sama. Setiap anak adalah istimewa sesuai dengan kodratnya masing masing. 

Setiap anak itu berbeda they are different  maka sudah selayaknyalah kita memperlakukan mereka juga dengan cara yang tidak sama pula, dalam hal ini adalah bagaimana cara pendidik dalam melaksanakan pembelajaran. “Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik. Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin, Ki Hajar Dewantara.

Sama halnya dengan pengukir, seorang guru mesti memiliki pengetahuan yang mendalam tentang beberapa hal seperti, pengelolaan kelas, latar belakang murid, minat dan bakat murid,  profil/gaya belajar murid dan juga tentang kesiapan belajar murid. Itulah beberapa hal yang harus dipahami oleh seorang guru dalam mengemas pembelajaran yang berdiferensiasi guna memenuhi kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda tersebut. Menurut Tomlinson (2001: 45),pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Namun juga kita perlu pahami jika guru tentunya bukanlah super hero yang bisa melakukan banyak hal yang spektakuler di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan yang ada. Guru paling tidak mampu mengategorikan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek. Ketiga aspek tersebut adalah kesiapan belajar (readiness) murid, minat murid, dan profil belajar murid.

Kesiapan belajar adalah keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya. Minat adalah keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid. Sementara itu profile belajar merujuk pada gaya belajar siswa yang artinya bagaimana cara siswa belajar atau bekerja. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang melihat siswa, atau dalam kata lain yang berpihak pada murid. Hal ini tentu sejalan dengan “merdeka belajar” dalam Kurikulum Merdeka yang digulirkan oleh pemerintah saat ini. ***

Editor: Cosmas