Pentingnya PUP dan PKBR untuk Cegah Stunting dari Hulu
Oleh : Maria Chrisnawardhani Leksono, S.I.Kom
Penyuluh KB Ahli Pertama Kabupaten Karanganyar
Stunting menjadi sebuah isu populer di masyarakat belakangan ini. Intervensi terhadap pencegahan stunting tidak hanya dilakukan kepada ibu hamil dan baduta saja, tetapi dimulai dari hulu yaitu remaja yang nantinya akan menjadi calon pengantin atau calon ayah dan calon ibu.
Menurut WHO, stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Seorang anak dikatakan stunting apabila tinggi badan menurut usianya berada minimal dua level di bawah standar pertumbuhan anak yang ditetapkan WHO. Selain itu anak stunting juga akan mengalami penurunan perkembangan kognitif, fisik, bahasa dan sensorik-motorik. Stunting dapat terjadi karena asupan nutrisi yang tidak memadai dan terjadi serangan infeksi berulang selama 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), yaitu sejak di dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting disebutkan bahwa BKKBN mendapatkan mandat sebagai koordinator dalam program percepatan penurunan stunting di Indonesia. Dalam hal ini, BKKBN memiliki penyuluh KB sebagai garda terdepan yang langsung berhubungan dengan masyarakat di tingkat kecamatan dan desa dalam melaksanakan program tersebut.
Angka stunting di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar bisa dibilang tidak terlalu tinggi tetapi cenderung stagnan atau tidak mengalami penurunan. Data terakhir dari Puskesmas Ngargoyoso, terdapat total 54 kasus stunting dan selama 3 semester berturut-turut tidak mengalami penurunan. Apabila tidak ada perhatian khusus dan tindakan antisipasi, maka di tahun-tahun mendatang kasus stunting di Kecamatan Ngargoyoso bisa saja semakin meningkat.
Salah satu penyebab terjadinya resiko stunting adalah masih adanya pernikahan usia dini. Berdasarkan data Pendataan Keluarga 2021 melalui situs portalpk21.bkkbn.go.id, sebanyak 35,2% WUS di Kecamatan Ngargoyoso menikah pertama kali pada usia di bawah 20 tahun. Artinya, pernihakan usia dini masih banyak terjadi dan hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus, terutama untuk mengurangi resiko meningkatnya kasus stunting di masa yang akan datang.
Dilansir dari laman https://biz.kompas.com/ disebutkan bahwa pengantin yang menikah pada usia yang terlalu muda akan menanggung berbagai risiko, salah satunya melahirkan anak dengan kondisi stunting. Hal ini karena remaja masih membutuhkan asupan gizi untuk pertumbuhannya, sehingga ketika seorang remaja hamil, dia akan berebut gizi dengan janin yang dikandung dan menyebabkan asupan gizi tidak maksimal.
Upaya menekan angka stunting dapat dilakukan dengan cara melakukan pencegahan dimulai dari hulu, yakni dari para remaja karena mereka yang nantinya akan membangun sebuah keluarga dan juga calon orangtua bagi anak-anak yang dilahirkannya. Untuk itu, perlu dilakukan pemahaman kepada remaja mengenai Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan Penyiapan Hidup Berkeluarga bagi Remaja (PKBR) supaya kelak melahirkan generasi yang sehat, berkualitas dan terbebas dari stunting.
Upaya pemahaman tentang PUP dan PKBR di Kecamatan Ngargoyoso dilaksanakan beberapa waktu lalu tepatnya hari Rabu, 10 Agustus 2022 dengan menggelar kegiatan bersama PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) se Kecamatan di Balai Penyuluh KB Kecamatan Ngargoyoso.
Dalam kegiatan tersebut, Penyuluh KB menyampaikan bahwa PUP merupakan salah satu program dari BKKBN dalam upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Menikah dan hamil di usia dini dapat menyebabkan berbagai resiko kesehatan seperti kanker serviks, kematian ibu dan bayi, juga beresiko melahirkan anak stunting. Pernikahan dini juga dapat meningkatkan angka perceraian dan kasus KDRT karena kesiapan finansial maupun kesiapan emosional belum cukup matang.
Untuk menghindari hal-hal di atas maka diperlukan PKBR atau Penyiapan Hidup Berkeluarga bagi Remaja. Setidaknya ada 10 dimensi kesiapan hidup berkeluarga menurut BKKBN, yaitu kesiapan usia, kesiapan fisik, kesiapan finansial, kesiapan mental, kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan moral, kesiapan interpersonal, life skill, dan kesiapan intelektual. Para remaja dapat mengecek seberapa besar kesiapan mereka untuk menikah dengan mengakses situs siapnikah.org yang disediakan oleh BKKBN. Selain kuesioner kesiapan untuk menikah, situs tersebut juga memuat berbagai macam artikel yang sangat bermanfaat.
Dalam kegiatan tersebut turut hadir juga sebagai narasumber yaitu anggota Forum Genre Kabupaten Karanganyar. Mereka turut berbagi pengetahuan mengenai Substansi Genre dan juga mempromosikan kegiatan-kegiatan Genre di kabupaten.
Dari kegiatan tersebut diharapkan para remaja semakin menyadari dan memahami Pendewasaan Usia Perkawinan dan pentingnya Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja. Merekalah yang nantinya dalam beberapa tahun ke depan akan membina hidup berkeluarga dan dapat menghasilkan generasi-generasi yang sehat, berkualitas dan terbebas dari stunting.