Rumah Kakek Sebatang Kara Ditutup Bangunan Tak Diberi Jalan 5 Tahun

Spread the love

SRAGEN, POSKITA,co – Aktivitas Mbah Paino (75) di Dukuh Gunungsari RT 1 RW 1, Desa Plumbon, Sambungmacan, Sragen, seakan terpenjara lebih dari lima tahun. Pasalnya, kakek yang hidup sebatang kara ini, tidak memiliki jalan untuk keluar masuk ke pekarangannya yang berada di tepi jalan raya Paldaplang – Tangen, tepatnya selatan Pasar Made, Ngrampal, Sragen. Karena depan tempat tinggalnya, berdiri bangunan, dan tak diberi akses jalan keluar masuk rumahnya.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, Senin (21/2), sebenarnya tanah yang didirikan bangunan tersebut milik Mbah Paino. Hanya saja, saat dibeli orang itu, langsung didirikan bangunan dan memberi jalan keluar masuk rumahnya.

“Padahal saya berungkali meminta adanya akses jalan 2 meter x 27 meter, tapi hingga saat ini tidak pernah dikabulkan. Parahnya lagi, saat meminta tanah untuk jalan, pemilik malah marah dan mengcengkram tangannya hingga saat ini masih sakit,” tutur Mbah Paino. Padahal, kata Mbah Paino, saat ada maunya pembeli tanahnya bernama Yanto itu selalu datang ke rumah. Bahkan karena begitu dekat, dia anggap seperti anak sendiri. Akhirnya tanah miliknya dibeli, dengan harapan Yanto mau merawat selama hidupnya.

“Tapi yaitu, setelah tanah dibeli dengan harga murah orang yang saya anggap seperti anak sendiri malah mengingkari tidak mampu memberi akses jalan ke luar masuk rumah saya,” ucap Mbah Paino.

Tokoh masyarakat Sambungmacan Tri Hartono menegaskan, pihaknya sudah mengadukan ke BPN/ ATR Sragen hingga ke ranah hukum. Lantaran tanpa memberi akses jalan tentunya BPN tidak bisa menerbitkan sertifikat. Karena rumah Mbah Paino lebih dulu ada, dibanding bangunan yang ada didepannya.

“Sebenarnya sederhana cukup memberikan akses jalan Mbah Paino sudah puas. Dengan lebar 2 meter dan panjang sekitar 27 meter,” tandas Tri Hartono yang juga koordinator Gerakan Peduli Rakyat Sragen (GPRS) ini.

Menurut Tri Hartono, persoalan itu pernah dimediasi pihak pj Kades Plumbon beberapa tahun lalu, namun tidak ada kejelasannya.

“Bisa dikatakan itu ada dugaan sebagai penyerobotan tanah milik orang lain. Apalagi saat proses penyertifikatan Mbah Paino selaku pemilik tanah tidak dimintai tanda tangan,” tegas Hartono.

Sementara secara terpisah Wagiyanto alias Yanto Foto membatah keras bila dirinya dituding melakukan penyerobotan tanah. Lantaran tanah itu dia beli dengan cara tukar guling sekitar tahun 2002. Waktu dia yang memiliki tanah sawah, barat balai desa Plumbon, seluas 1400 m2 tukeran dengan tanah pekarangan milik Mbah Paino. Bahkan saat itu, dia masih menambah uang Rp 15 juta untuk membayar rumah yang saat ini ditinggali Mbah Paino.

“Pada pembicaraan awal tukar guling itupun tidak permintaan adanya akses jalan keluar masuk rumahnya,” tutur Yanto.

Kemudian,kata Yanto, baru ada permintaan akses jalan saat proses sewalik sertifikat tanah itu. Itupun permintaan satu meter. Terakhir ada langkah mediasi yang dipimpin pak Guntur, waktu itu sebagai pj Kades Plumbon yang meminta dirinya untuk memberikan akses jalan keluar masuk Mbah Paino, sekitar tahun 2016.

” Kalo sebatas untuk keluar masuk hingga Mbah Paino ada, sebenarnya saya tidak masalah, tapi kalo sampai mengubah sertifikat untuk tanah tetap saya tolak,” tegas Yanto. (Cartens)