Menjawakan Anak Jawa dengan Video Content
Oleh: Mulyani SPd
SD Negeri 01 Wukirsawit Jatiyoso
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau yang sangat banyak, baik pulau yang berpenguni maupun pulau yang tidak berpenghuni. Salah satu pulau terbesar adalah pulau Jawa yang berada pada posisi pulau terbesar kelima setelah pulau Papua, pulau Kalimantan, dan pulau Sumatera. Suku Jawa adalah suku terbesar yang ada di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogjakarta. Orang Jawa terkenal dengan aksen medoknya saat sedang berbicara, aksen medok ini sulit dihilangkan karena merupakan bawaan genetik. Masyarakat dari suku Jawa terkenal dengan kesopanan, tata krama dan kelembutannya.
Bahasa Jawa adalah bahasa Austronesia yang utamanya dituturkan oleh penduduk bersuku Jawa di wilayah bagian tengah dan bagian timur pulau Jawa. Bahasa Jawa juga dituturkan oleh diaspora Jawa di wilayah lain di Indonesia, seperti di Sumatera dan Kalimantan; serta luar Indonesia seperti di Suriname, Belanda, dan Malaysia. Jumlah total penutur bahasa jawa diperkirakan mencapai sekitar 75,5 juta pada tahun 2006.
Sebagai bahasa Austronesia dari subkelompok Melayu-Polinesia, bahasa Jawa juga berkerabat dengan bahasa Melayu, Sunda, Bali, dan banyak bahasa lainnya di Indonesia, meskipun para ahli masih memperdebatkan mengenai posisi pastinya dalam rumpun Melayu-Polinesia .
Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa komunikasi yang digunakan secara khusus di lingkungan etnis Jawa. Bahasa ini merupakan bahasa pergaulan, yang digunakan utuk berinteraksi antar individu dan memungkinkan terjadinya komunikasi dan perpindahan informasi sehingga tidak ada individu yang ketinggalan zaman (Ahira,2010).
Menurut Hermadi (2010), bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari di daerah Jawa, khususnya Jawa Tengah. Hal ini tidak mengherankan karena kejayaan kehidupan keraton di masa lampau banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dibandingkan dengan daerah Jawa yang lain. adengan demikian, bahasa Jawa merupakan bahasa asli masyarakat Jawa di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Tengah, Yogjakarta, Jawa Timur, dan daerah di sekitarnya. Bahasa Jawa adalah bahasa ibu yang menjadi bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat Jawa.
Berdasarka hasil studi yang pernah dilakukan oleh pusat pengembangan bahasa Kementrian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud), ternyata bahasa Jawa merupakan bahasa yang paling banyak penutur atau pengguna di Indonesia. Suku Jawa selalu menggunakan bahasa Jawa di manapun mereka tinggal. Selain bahasa Jawa digunakan di wilayah aslinya, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogjakarta, ternyata bahasa Jawa digunakan juga di sebagian daerah Jawa Barat, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.
Sebagai bahasa yang sudah ada sejak ratusan tahun silam, bahasa Jawa digunakan di banyak daerah, bahkan sampai ke luar negeri. Pada tahun 2013 bahasa jawa masuk ke dalam daftar 10 besar bahasa paling banyak dituturkan di dunia.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki fungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, dan alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah (Khalim dalam Tubiyono,2008).
Bahasa Jawa memiliki tingkat atau kasta dalam bertutur. Tingkatan yang digunakan dalam bahasa Jawa anatar alain adalah:
1. Krama Inggil
Krama inggil adalah tingkatan tertinggi dalam hierarki bahasa Jawa. Krama inggil dipakai ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau orang yang harus dihormati. Dahulu, krama inggil digunakan oleh kalangan priyayi atau keluarga keraton yang sangat dihormati, terutama digunakan oleh para abdi dalem kepada keluarga keraton. Jika di kalangan warga biasa, krama inggil digunakan anak kepada orang tuanya.
Contoh krama inggil:
a. Ibu tindak dhateng peken nitih sepeda.
b. Simbah saweg dhahar sekul.
c. Panjenengan kolowau sampun siram?
2. Madya
Madya atau ngoko alus adalah tingakatan tengah dalam bahasa Jawa. Krama madya atau ngoko alus ini merupakan pencampuran krama inggil dengan ngoko sehingga ada kata yang ngoko dan beberapa kata krama. Penggunaan madya lebih populer dan banyak digunakan oleh berbagai kalangan.
Contoh madya:
a. Ibu tindak neng peken nitih sepeda.
b. Simbah lagi dhahar sega.
c. Sampeyan mau wis siram?
3. Ngoko
Tingkatan bahasa Jawa ngoko adalah tingkat terendah dalam hierarki bahasa Jawa. Biasanya digunakan oleh orang yang status sosialnya sama, atau dari yang tinggi ke rendah. Misalnya orang tua kepada anaknya, atau sesama teman yang seumuran. Tingkatan ini juga sering digunakan. Ngoko terkesan kasar jika digunakan oleh status rendah ke yang lebih tinggi karena danggap tidak hormat.
Contoh ngoko:
a. Ibu lengo ning pasar numpak sepeda.
b. Simbah lagi mangan sega.
c. Kowe mau wis adus?
Secara spesifik terdapat suatu sub-sistem bahasa jawa yang mulai pudar, yakni bahasa Jawa ragam krama. Pudarnya penggunaan ragam krama ini sudah terdeteksi setidaknya sejak tahun 2018 dalam penelitian Joseph Errington di Yogajakarta dan Surakarta.
Perubahan pada penggunaan bahasa jawa terjadi dengan cepat tidak hanya di daerah perkotaan, tapi juga di daerah pedesaan. Banyak orang tua suku Jawa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan di rumah karena mereka percaya bahwa bahasa indonesia dapat memberikan peluang yang lebih baik untuk masa depan anak-anak mereka, yang akhirnya membuat bahasa Jawa kian ditinggalkan penuturnya. Kebanyakan kaum milenia Jawa memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan karena kemampuan yang terbatas dalam menggunakan krama, mereka kawatir dalam memilih kata-kata yang tepat ketika percakapan berlangsung.
Bahasa Jawa yang ditinggalkan penggunanya oleh oramg jawa sendiri baik dalam kehidupan sehari-hari maupun secara edukasi, serta adanya aturan atau unggah-ungguh dalam berbicara kepada orang lain, membuat bahasa Jawa sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh kaum muda. Dari hasil kajian dan survey mengapa bahasa jawa menjadi sulit dipelajari, karena ada enam hal. ke enam hal tersebut adalah:
1. Bahasa Jawa tidak bisa menghindar dari masuknya bahasa asing karena globalisasi. Masyarakat lebih suka memepelajari bahasa asing seperti bahasa Inggris, Arab, China, Jepang.
2. Tata bahasa, penggunaan tata bahasa mengalami terbalik-balikjika kita gunakan bila berbeda dengan siapa yang kita ajak bicara.
3. Penggunaan bahasa Jawa menggunakan struktur atau unggah-ungguh, karena hal ini mempengaruhi suku kata yang akan dipakai.
4. Kedal, yang artinya bahasa Jawa itupenuh dengan ungkapan-ungkapan yang bermakna. Seperti bahasa yang digunakan oleh dalang dalam pewayangan.
5. Tidak masuk akal, penggunaan bahasa jawa tidak masuk akal bahkannmenjadi lelucon. Contohnya “Wong Jowo dodol pitik sikile ditaleni” artinya orang jawa jualan ayam kakinya diikat. kata di ikat kakinya itu bisa diartikan dua, yaitu kaki orang Jawa tadi bisa juga kaki ayam yang mau dijual tersebut.
6. Tulisan, dalam bahasa jawa percakapan dengan tulisan bisa berbeda maknanya. Sebagai contoh di jawa Tengah baliho slogan “Bali Ndeso mBangun Ndeso” kata yang tertulis seperti itu ternyata keliru menuliskannya yang maunya berarti Desa ditulis Deso. Ada lagi tulisan pesan seperti “Ojo Lali KB Yo” ternyata kata ini dimaknai oleh orang Jawa akhiran Yo disini adalah mengajakuntuk tidak ber KB atau melupakan KB.
Itulah ke enam hal mengapa bahasa jawa itu sulit dan menjadi tidak biasa dipergunakan oleh orang Jawa sendiri, terutama oleh para muda dan anak kecil. Saat ini para kaum muda di Pulau jawa, khususnya yang masih di usia sekolah, sebagian besar tidak menguasai bahasa Jawa, terutama Jawa krama. Sangat memprihatinkan, ketika menemui anak Jawa yang bertanya kalih doso itu berapa? Orang tua dan pendidik hendaklah memperkenalkan tentang unggah-ungguh bahasa Jawa sejak dini kepada anak. Memperkenalkan unggah-ungguh tersebut agar menjadi pembiasaan terus menerus sehingga menjadi suatu pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai orang tua atau pendidik bagi generasi milenial di era digital sekarang ini, kita juga harus memanfaatkan media sosial sebagai media pembelajaran yang menyenangkan bagi generasi milenia yang merupakan generasi yang sangat dekat dengan dunia digital. Salah satunya adalah video kontent. Pilih video kontent yang menarik agar siswa menjadi tertarik. Seperti dalam video content seorang bule yang belajar bahasa Jawa krama. Jika orang luar saja belajar bahasa Jawa krama, kenapa kita yang nota bene orang Jawa asli tidak bisa bahasa Jawa krama? ***
Editor: cosmas