Sharpen, Melalui “Colaboratif Learning” di SMA Yosef
Di masa pandemi covid-19 banyak berbagai inovasi dalam berbagai bidang. Seperti halnya dalam bidang pendidikan, tenaga pendidik harus mengupayakan berbagai cara pula agar penyampaian pesan mata pelajaran (mapel) tersampaikan kepada peserta didik. Sebuah pendidikan jarak jauh (PJJ) melalui sharing pendidikan (sharpen) dengan Colaboratif Learning (CL) mulai menjadi salah satu solusi, seperti dilakukan oleh civitas akademika SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta.
Sharpen dilakukan dengan melalui aplikasi zoom dan CL dilaksanakan pada Jumat (11/12/20) membawa kesan dan harapan. Dalam pelaksanaan sharpen dari warga SMA PL Santo Yosef langsung didampingi oleh Indra Charismiadji (Pengamat dan Praktisi Pendidikan, spesialisai Pembelajaran Abad 21). Kegiatan Sharpen sebagai kelanjutan dari program sebelumnya, siswa dan guru saling berbagi pengalaman dalam CL.
Seperti dikatakan oleh peserta siswa kelas 10 (sepuluh) bahasa, kesan dari CL ini sangat membantu dan saya sangat terinspirasi untuk lebih berkembang karena dari CL ini saya dapat mengkolaborasikan Kompetensi Dasar ( KD ) dari setiap mata pelajaran menjadi sebuah produk yang saya aplikasikan dalam hidup sehari hari. Dari kegiatan CL menjadikan setiap mata pelajaran tidak hanya penguasaan teori melainkan mampu menjadikan saya pribadi yang lebih rendah hati, peduli, dan terbuka pada setiap perubahan yang terjadi di sekitar.
“Metode CL ini dapat terus dikembangkan karena tidak ada kendala dalam pelaksanaannya. Dapat digunakan di setiap sekolah karena sangat membantu perkembangan perserta didik menjadi pribadi yang mandiri, rendah hati, kreatif, dan terbuka pada perubahan,” ucap Amadea Desideria Primasari Iustus, alumni SMP PL Haji Nawi, Cilandak, Jakarta Selatan.
Ketua tim 16 dari Sharpen CL, Bernadeta Andarwinarti mengatakan bahwa saat awal hendak melaksanakan program ini dari sisi guru tidak mudah saat upaya menyamakan persepsi awal (pola pikir), karena kecepatan guru menanggapi perubahan yang tidak sama, ini perlu kesabaran. Muncul rasa pesimis beberapa guru pada awalnya dan masih ada guru yang belum rendah hati mau berkolaborasi. Dari siswa sering terkendala kuota dan jaringan.
“Di awal, kelompok merasa kesulitan berdiskusi karena belum saling mengenal anggota kelompok yang heterogen dari berbagai kelas peminatan,” ucap guru PPKn ini
Namun semua itu bisa teratasi setelah merasakan atau melihat hasil setelah Sidang Akademik. Karena menyadari bahwa CL ini sudah memuat literasi, numerisasi, dan karakter, dan sudah bisa memecahkan masalah yang dihadapi di SMA Yosef pada saat PJJ (sebelum pandemi).
“Anak merasa tugasnya banyak namun dalam pelaksnaanya kolaborasi beberapa mapel jadi ringan tugasnya, kemudian bisa menyesuaikan dengan tuntuntan zaman (4.0) dan tuntutan konsep 6 C (Computational Thinking, Creative, Critical thinking, Collaboration, Communication, dan Compassion),” ungkap Deta.
Menurut kepala sekolah kegiatan CL akan tetap dilaksanakan sekalipun sekolah diijinkan tatap muka, ini komitmen bersama karena ke depan dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dunia teknologi. Kita kuasai teknologi untuk mengembangkan diri dan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Jangan sampai kita dikuasai teknologi. Kita masih mencari dan meramu CL yang sesuai dengan tuntutan jaman. Cara mengubah dan memotivasi guru antara lain mengubah mindset, sekolah mampu beradaptas dan bertransformasi. Bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar, peserta didik dapat mencarinya di dunia maya lebih lengkap dan banyak pilihan dan ragam.
“ Sekolah memiliki tema tahunan change (berubah). Dan siapa yang berubah, yaitu semua civita akademika SMA PL St. Yosef. Itu digelorakan setiap saat sebagai pengingat serta semangat melayani dengan rendah hati,” pungkas Br. Stefanus Ngadenan S,Pd,. FIC.
Penulis: FX Triyas Hadi Prihantoro
Editor: Cosmas