Kuasai Materi Cause Effect dengan “Lefrommist”

Spread the love

Oleh: Anis Aljalis, S.Pd. Gr.

Guru Bahasa Inggris SMA N 2 Semarang

 

Cause effect (sebab akibat) merupakan salah satu materi Bahasa Inggris yang diajarkan pada peserta didik kelas XI SMA semester II di tahun pelajaran 2019/2020  ini. Berdasarkan Kompetensi Dasar (KD) 4.7, peserta didik harus mampu menyusun teks interaksi transaksional lisan dan tulis yang melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait hubungan sebab akibat, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks.

Di  dalam materi cause effect, peserta didik mempelajari bagaimana cara menghubungkan kalimat dengan menggunakan kata penghubung cause (sebab) yang terdiri dari because (karena), because of (dikarenakan), as (karena), since (karena), due to (dikarenakan), dan sebagainya. Peserta didik juga mempelajari bagaimana menghubungkan kalimat dengan kata penghubung effet (akibat) yang terdiri dari consequently (akibatnya), as a result (akibatnya), as a result of (akibat dari), thus (dengan demikian), then (kemudian), dan sebagainya. Kata-kata penghubung cause effect ini tidak bisa diberlakukan sama di dalam kalimat.  Ada kata penghubung cause effect yang mengikuti kalimat dan diikuti kalimat. Ada juga kata penghubung cause effect yang mengikuti be dan diikuti kalimat. Selain itu, ada juga kata penghubung cause effect yang mengikuti kalimat dan diikuti kata benda/frase/ atau verb ing.

Dengan melihat banyaknya contoh kata penghubung cause effect serta penggunaannya yang bervariasi, banyak peserta didik kelas XI SMA yang masih bingung untuk menggunakannya. Hal ini  juga dirasakan oleh peserta didik kelas XI IPS 2 yakni kelas yang menjadi “PR” besar bagi penulis karena kemampuan rata-ratanya yang sangat berbeda dengan kelas-kelas lainnya di SMA N 2 Semarang, tempat dimana penulis mengajar. Terbukti pada saat mereka diberi tugas membuat dialog dengan menggunakan kata-kata penghubung tersebut, masih banyak dari mereka yang melakukan kesalahan. Hal ini membuat penulis berpikir keras untuk mencari solusinya. Jika masalah itu tidak teratasi, penulis merasakan “itu bukan gue banget” seperti kata anak-anak muda zaman sekarang.

Melihat dialog-dialog peserta didik yang penuh coretan koreksi kesalahan, penulis pun mendapatkan ide untuk memanfaatkan dialog-dialog tersebut untuk dijadikan bahan ajar di dalam pembelajarannya. Penulis menamai pembelajaran ini dengan “Lefrommist”. “Lefrommist” adalah akronim 3 kata “learning from mistakes” atau belajar dari kesalahan-kesalahan.

Seperti halnya saat kita mengerjakan tes Toefl, kita menemukan soal error recognition (pengenalan kesalahan) yang menuntut peserta tes untuk mencari penggunaan kata yang salah. Sedikit berbeda dari tes Toefl, untuk pembelajaran “lefrommist”, peserta didik tidak hanya mencari penggunaan kata yang salah namun juga memberikan pembetulannya.

Untuk mengawali pembelajaran, penulis menjelaskan kembali materi cause effect seperti yang dilakukan di pertemuan sebelumya. Setelah peserta didik mendapatkan penjelasan tentang materi cause effect, penulis membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 peserta didik.

Selanjutnya, guru memberikan kertas yang berisi 2 dialog pendek yang berkaitan dengan materi cause effect dan didapati 2 kesalahan di setiap dialognya. Tugas peserta didik beserta kelompoknya adalah mencari penggunaan kata penghubung cause effect yang salah, serta membetulkannya dengan dibubuhi alasan yang tepat.

Setelah selesai mengerjakan tugas tersebut, hasil didiskusikan bersama-sama.  Dari keempat kesalahan, rata-rata kelompok hanya menemukan 2 kesalahan. Ini berarti bahwa masih banyak peserta didik yang belum bisa menggunak kata penghubung cause effect dengan tepat.

Di dalam kondisi seperti ini, penulis berperan sebagai penengah untuk menegaskan jawaban dan alasan yang masih salah, dan memberikan kuncinya. Di luar dugaan penulis, pertanyaan demi pertanyaan pun bertubi-bertubi bermunculan dari peserta didik di sesi diskusi ini.

Untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan peserta, penulis tidak menjawabnya secara langsung. Penulis meminta peserta didik yang bertanya tadi untuk maju di depan kelas dan membuat kalimat di papan tulis dengan menggunakan kata penghubung cause effect yang ditanyakan. Siswa yang sudah faham pun mengomentari hasil tulisan tersebut, memberikan pembetulan serta alasan yang tepat seperti apa yang disampaikan oleh penulis sebelumnya. Diskusi seperti ini benar-benar menimbulkan suasana kelas yang kondusif karena ada peserta didik saling memberi respon.

Setelah sesi diskusi selesai, penulis membagikan hasil tugas mereka sebelumnya yakni tugas membuat dialog yang harus mengunakan kata penghubung cause effect di dalamnya. Namun, setiap peserta didik mendapatkan hasil tugas temannya, bukan hasil kerjanya sendiri.  Selanjutnya, mereka diminta menganalisis dialog tersebut, dengan mencoret penggunaan kata penghubung cause effect yang salah dan menuliskan pembetulannya dengan alasan yang tepat.

Karena sudah memahami materi, kebanyakan dari mereka dapat menyelesaikan tugas itu dengan sangat cepat. Selama proses analisis, peserta didik terlihat sangat senang saat bisa menemukan kesalahan dan membetulkannya. Setelah selesai menganalisis dialog tersebut, masing-masing peserta didik diminta memberi komentar apapun terhadap hasil kerja temannya,

Untuk mengakhiri pembelajaran, penulis memberikan ulangan tentang materi cause effect. Ulangan itu berisi soal-soal berupa dialog dengan penggunaan kata-kata penghubung cause effect yang salah, dan peserta didik harus mencari kesalahannya dan membetulkannya. Selain itu, penulis menambahkan soal berupa teks rumpang untuk diisi dengan kata penghubung cause effect yang tepat. Dan hasilnya, sangatlah memuaskan. Hasil peserta didik meningkat setelah melewati proses “Lefrommist”.

 

Editor: Cosmas