Untold Story “Stasiun Balapan”   Didi Kempot…

Spread the love

foto: Istimewa

 

KOLOM

(Bagian Pertama)

oleh: Cosmas

Pemimpin Redaksi Poskita.co

 

Saya kaget, terhenyak, tidak percaya. Seniman, penyanyi campursari, pencipta lagu, Didi Kempot, yang pada mulanya moncer lewat lagunya: Stasiun Balapan, Sewu Kutha, meninggal dunia.

Informasi yang diterima redaksi poskita.co, “Godfather of Broken Heart” Didi Kempot menghembuskan nafas terakhirnya,  Selasa (5/5/2020),  pukul 07.30 di RS Kasih Ibu.

Berikut ini lirik lagu fenomenal Stasiun Balapan:

Ning Stasiun Balapan
Kuto Solo Sing Dadi Kenangan
Kowe Karo Aku
Naliko Ngeterke Lungamu

Ning Stasiun Balapan
Rasane Koyo Wong Kelangan
Kowe Ninggal Aku
Ra Kroso Netes Eluh Ning Pipiku
Da… Dada Sayang
Da… Slamat Jalan

Janji Lungo Mung Sedelo
Jare Sewulan Ra Ono
Pamitmu Naliko Semono
Ning Stasiun Balapan Solo

Janji Lungo Mung Sedelo
Malah Tanpo Kirim Warto
Lali Opo Pancen Nglali
Yen Eling Mbok Enggal Bali

Ning Stasiun Balapan
Kuto Solo Sing Dadi Kenangan

Janji Lungo Mung Sedelo
Jare…

Stasiun Balapan berkisah tentang dua sejoli yang ditinggal “pamit” kekasih. Tetapi, setelah beberapa waktu malah tidak berkirim kabar. Sang lelaki berharap, kalau ingat ya segeralah kembali. Ning Stasiun Balapan, Kuto Solo sing dadi Kenangan….

Lagu nan mendayu, menyentuh kalbu, tapi tidak cengeng itu, semakin merangsek ke pendengar. Kala itu, radio menjadi patokan, artis pemula akan semakin moncer kalau lagunya sering di putar di radio-radio, baik di RRI, maupun radio swasta lainnya.

Lagu berliris luka hati itu tetap enjoy untuk dibuat joged. Tua muda akan bergoyang jika mendengar lagu Didi Kempot.

 

Saya akan bercerita sekilas, kisah Didi Kempot sebelum terkenal seperti pada masa kini. Kempot merupakan putra seniman kondang Anoman Obong Ranto Edi Gudel. Kakaknya, Mamiek Prakoso, merupakan tokoh Srimulat, yang namanya menjulang di Ibu Kota Jakarta.

Dulu, semasa masih menjadi wartawan pemula di koran harian Pos Kita, saya sering mewawancarai Didi Kempot. Apalagi saat pertama kali akan melaunching lagu Stasiun Balapan, saya sering berbincang-bincang dengan Didi Kempot.

Lagu Stasiun Balapan direkam pada tahun 1988, namun baru bisa dilaunching pada tahun 1999, kala itu, koran Pos Kita belum berumur 1 tahun.

Sebelum membuat album, Didi Kempot dikenal sebagai pengamen jalanan, dari kampung ke kampung, dari bus ke bus, dari stasiun-stasiun. Ia menyanyikan lagu-lagu karya ciptanya sendiri.

Didi Kempot bercerita, dirinya sudah sering manggung di Suriname,  bersama penyanyi  lainnya Waldjinah. Saat pentas di Suriname, ia disambut luar biasa sebagai senima besar dari tanah Jawa.

“Tapi, saya di Solo, tak ada apa-apanya. Hanya pengamen biasay,” ucap Didi Kempot kala itu, tahun 2

Ia manggung di Suriname atas biaya sendiri, tidak tergantung pemerintah pada masa itu. Itulah perjuangan seniman tulen dari Solo.

Jadi, jangan hanya dilihat pada masa sekarang yang orang awam melihat Didi Kempot moncer, terkenal, jadi artis hebat. Lihatlah perjuangannya yang dimulai dari bawah, tidak instan langsung terkenal.

Sejak Stasiun Balapan terkenal. Namanya mulai digandrungi dimana-mana. Genre campursari yang ngepop, lain dari yang lain, yang mendayu-dayu namun tidak cengeng, membuat publik tersihir. Hampir semua stasiun radio menyiarkan lagunya. Dari pagi, siang, hingga malam, pasti ada lagu Didi Kempot.

Walau terkenal, ia tidak jumawa. Ia tetap mau saat ditanggap alias peye (laku) saat jagong manten, kithanan, dan sebagainya. Ia hadir bukan sebagai artis yang gemerlap, tetapi tetap sederhana penampilannya, dan gondrong itulah ciri khasnya.

(bersambung)