Wayang Kautaman Gelar Sotya Gandhewa

Spread the love

SOLO (poskita.co) – Wayang Kautaman, dalam upaya melestarikan dan mengembangkan wayang Indonesia, Jumat malam (6/10) bertempat di Teater Besar ISI Surakarta, menggelar  pentas wayang orang dengan lakon Sotya Gandhewa. Berbeda dengan pertunjukan wayang orang lainnya, wayang Kautaman menitikberatkan pada proses setiap pementasan, untuk mendapatkan sebuah format pertunjukan wayang orang yang bukan saja mampu memenuhi tuntutan artistik dan estetik, tapi benar meruang dan bisa dinikmati masyarakat hari ini, tanpa harus terjebak pada romantisme yang lambat laun membuat wayang orang berjarak dengan penontonnya.

Sutradara sekaligus penulis naskah pertunjukkan ini, Nanang Hape, menjelaskan, untuk mencapai format terbaik dari pementasan perlu dilakukan proses yang tidak instan, tanpa meninggalkan nilai tradisinya. Puncak capaiannya jelas agar wayang orang menjadi menarik untuk dinikmati dan diapresiasi oleh anak muda saat ini. Perpaduan komposisi  penata busana, musikalisasi dan koreografi, sangat menentukan hasil yang menarik. Penggarapan dilakukan secara detail untuk capaian maksimal proses untuk pergelaran yang sempurna yang berasal dari kekuatan dari setiap aktor (pemeran tokoh) yang terlibat di pertunjukan ini, baik dalam tarian (beksan), antawacana (dialog), tembang dan penokohan (akting).

Sementara itu, produser pentas Sotya Gandhewa, Ira Surono, menjelaskan, wayang Kautaman telah memproduksi dua kali pertunjukan wayang orang termasuk Sotya Gandhewa ini. Seniman dari berbagai institusi dilibatkan seperti seniman dari Institut Seni Indonesia (ISI), berbagai sanggar tari, seniman RRI, serta seniman wayang orang Bharata Jakarta.

Sotya Gandhewa sendiri berkisah tentang masa akhir perjalanan hidup Begawan Durna (diperankan oleh Ali Marsudi), saat mengenang kembali masa lalunya. Ia harus menghadapi kegigihan, kesungguhan, serta kesetiaan Bambang Ekalaya (diperankan oleh Ahmad Dipoyono) terhadap dirinya dan kecemburuan Arjuna (diperankan oleh Wasi Bantolo) yang merasa menjadi murid kesayangannya.  Perselisihan itu meruncing dan berujung ada kematian Ekalaya. Saat Begawan Durna tersadar, dia sudah dihadapkan pada perang Baratayuda. Prabu Duryudana mempertanyakan kesetiaannya ketika Durna sedang berusaha berdamai dengan gejolak hatinya. (endang paryanti)