Pungli PTSL Banaran Dilaporkan Ombudsman

Spread the love

SRAGEN, POSKITA.co – Gejolak adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen semakin memanas. Forum Masyarakat Sragen (Formas) melayangkan aduan ke Ombudsman soal indikasi pungli tersebut. Ketua bidang hukum dan HAM Formas Sri Wahono, mengungkapkan indikasi atau dugaan pungli dalam proses PTSL di Desa Banaran, pertama tidak ada kwitansi pembayaran biaya PTSL. Tidak adanya sosialisasi Rencana Anggaran Belanja (RAB) PTSL dan Perbup nomor 4 tahun 2020. Sehingga pembayaran para pemohon akhirnya bervariatif antara Rp 450 ribu -Rp 600 ribu. Sehingga hitungan secara kasar bila dibikin rata Rp 500 ribu dengan 461 jumlah pemohon yang tak jadi, maka muncul dugaan atau indikasi pungli mencapai Rp 230 juta.

“Karena sepengetahuan kami, permohonan PTSL tersebut 1024 bidang, namun 563 yang jadi dan 461 yang tak jadi. Maka bila 461 sudah membayar ke panitia tanpa kwitansi jelas ada dugaan pungli hingga Rp 230 juta,” tandas Wahono, Minggu (13/9).

Indikasi pelanggaran lagi, kata Wahono, dalam proses PTSL itu tanpa ada kesepakatan dengan pemohon lebih dahulu. Lantaran dalam sosialisasi awal Rp 600 ribu. Namun saat ada perubahan biaya RAB tidak ada sosialisasi ulang. Pemohon hanya dimintai biaya PTSL ada yang Rp 450 ribu, Rp 500 ribu maupun Rp 600 ribu.

“Kami mendapatkan aduan pembayaran yang bervariasi itu. Bahkan seorang janda miskin harus membayar Rp 600 ribu,” tegas Wahono. Padahal, kata Wahono, berdasar SKB 3 Menteri biaya PTSL hanya Rp 150 ribu/bidang. Sehingga dengan munculmya biaya yang bervariasi jelas sangat berpeluang terjadinya pungli.

Sementara Kepala BPN Sragen Agus Purnomo kepada wartawan menjelaskan memang ada pengurangan target PTSL akibat Covid-19. Dia menjelaskan di BPN kena pemotongan anggaran. Sedangkan pendaftar yang belum menerima menjadi prioritas untuk 2021.

”Bagi yang Banaran, yang belum, akan kita cek kembali, apakah sudah diukur dan berkasnya sudah siap menjadi prioritas,” tegasnya.

Soal biaya yang dikenakan pada pemohon, untuk kabupaten Sragen sendiri berpatokan pada Peraturan Bupati (Perbup) Sragen nomor 4 tahun 2020. Sedangkan untuk aturan SKB 3 Menteri biaya hanya Rp 150 ribu namun hanya tiga patok. Dalam Perbup tercantum Penambahan biaya ditetapkan dengan ketentuan untuk Kelurahan/desa dengan radius sampai dengan 15 kilometer dari ibu kota kabupaten paling banyak Rp 350 ribu. Sedangkan Desa dengan radius lebih dari 15 kilometer dari ibu kota kabupaten paling banyak Rp 450 ribu.

Lantas Agus menegaskan untuk biaya administrasi pemberkasan panitia desa tidak ada hubungannya dengan BPN. Uang yang berkaitan pemberkasan yang termaktub dalam Perbup tidak ke BPN. ”Dari BPN tidak dipungut satu sen pun, jadi pemungutan dari masyarakat ke masyarakat tidak boleh melebihi Perbup. Kalau ada Petugas BPN yang terlibat akan saya tindak tegas,” ujarnya. (Cartens)