Saatnya Memperjuangkan Hak Asasi Hewan

Spread the love

PEKANBARU, POSKITA.co – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini katakan bahwa di negara-negara Barat yang sibuk diperjuangkan sekarang bukan lagi hak asasi manusia, tetapi hak asasi hewan.

“HAM sudah selesai. Tahun 1789 sudah ada Declaration of the Rights of Man and of Citizens yang menjadi pembukaan dari konstitusi Prancis. Sekarang mereka sibuk memperjuangkan hak asasi hewan. Bahkan di Ekuador sekarang dimasukkan hak-hak asasi alam (nature’s rights),” kata Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Dr Jimly Asshiddiqie dalam pidatonya di kampus Universitas Riau, saat diluncurkannya rangkaian program pencinta lingkungan yang diinisiasi oleh Generasi Lintas Budaya Foundation kemarin (28/11/2019).

“Jadi yang punya hak asasi bukan hanya manusia tetapi juga sungai, gunung, hewan, tumbuh-tumbuhan, seisi alam ini punya hak asasi yaitu hak untuk tetap eksis. Orang di luar sana sudah sangat maju cara berpikirnya. Kita, jangankan animals’ right, hak asasi tetangga pun belum kita penuhi.”

Jimly kemudian menerangkan bahwa para pemimpin di seluruh dunia kini sibuk berpikir tentang climate change, khususnya apa yang akan terjadi apabila es di kutub utara dan selatan mencair. Yang akan lebih dulu terancam dan mati adalah manusia di negara kepulauan seperti Indonesia. “Kita ini, Alhamdulillah tidak takut mati, bukan karena kita berani, tetapi memang karena tidak mengerti dan tidak mau mengerti,” tukasnya.

Oleh karena itu sebagai Ketua Umum ICMI, Prof. Jimly mengajak masyarakat di Riau dan di seluruh Indonesia untuk menanam pohon sebagai gerakan nasional yang patut dibudayakan guna mencegah percepatan peningkatan atmosfir bumi yang diakibatkan oleh tandusnya planet ini serta rusaknya lapisan ozone yang diakibatkannya.

Demi membangunkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memelihara lingkungan hidup, Jimly katakan bahwa ada ironi sangat besar di negara-negara berpenduduk Muslim di dunia ini karena negara-negara tersebut justru tidak menjadi pelopor dalam memelihara alam semesta, padahal kitab suci secara tegas mengamanatkan agar umat Muslim menjadi rahmat bagi seisi alam.

Mengutip hasil survei tentang Islamic Cities Index yang dilakukan oleh para guru besar di Amerika, Jimly katakan bahwa kota-kota yang paling Islami justru adalah kota-kota yang tidak memiliki penduduk Muslim seperti di Skandinavia.

Oleh karena itu maka sangat perlu bagi umat Muslim dan Lintas Agama di Indonesia untuk menjadi pelopor dalam memelihara lingkungan hidup, termasuk menanam pohon sebagai gerakan nasional yang patut dibudayakan.

Dalam rangka itu Prof. Jimly memberikan apresiasi yang tinggi kepada Ketua Generasi Lintas Budaya Foundation, Raja Asdi, yang telah menggerakkan berbagai elemen masyarakat termasuk budayawan, para artis, dan juga kementerian serta pemerintah daerah untuk bersama dalam gerakan besar ini sebagai kontribusi yang sangat berarti bagi upaya melestarikan lingkungan hidup terus ke masa depan.

Jimly kemudian mengutip temuan ahli geologi nuklir Prof. Arysio Nunes dos Santos, Ph.D. tentang benua Atlantis yang hilang tetapi disebutkan dalam literatur Yunani kuno bahkan diceritakan oleh Plato bahwa benua yang hilang itu akhirnya ditemukan dan namanya adalah Indonesia.

Sekitar 17.000 sampai dengan 11.000 tahun yang lalu Indonesia ini sebetulnya sebuah benua besar yang kemudian terbelah menjadi banyak pulau dimana satu pulau dengan pulau lainnya sekarang dihubungkan oleh laut, padahal dulunya itu adalah sungai-sungai. Sumatera dan Jawa dulu dihubungkan oleh sungai, begitu pula Jawa dan Kalimantan, Kalimantan dan Sulawesi, dan seterusnya.

Dalam bukunya Atlantis, The Lost Continent Finally Found yang dirilis tahun 2005 itu Prof. Santos katakan bahwa karena dasar sungai-sungai itu runtuh akibat perputaran bumi yang dahsyat maka berubah menjadi laut dangkal yang menghubungkan pulau-pulau tersebut.

Inilah sebabnya maka lautan yang sekarang menghubungkan pulau-pulau itu berwarna biru muda, pertanda laut yang dangkal. Inilah juga sebabnya maka di bawah kepulauan Nusantara ini terdapat Ring of Fire atau cicin api berukuran raksasa yang di atasnya terdapat banyak gunung berapi.

Oleh karena kejadian alam yang mahadahsyat ini maka penduduk yang dulunya bermukim di Nusantara ini musnah semua. Dan ini yang bisa menjelaskan mengapa peradaban Indonesia baru muncul sekitar abad kedua dan ketiga Masehi padahal di Eropa dan daratan Asia tercatat bahwa peradaban manusia sudah ada ribuan tahun sebelum ledakan bawah bumi di benua Atlantis itu.

Oleh karena itulah maka Prof. Jimly mengajak masyarakat Indonesia untuk menjadikan gerakan menanam pohon sebagai budaya bangsa, sekaligus sebagai perwujudan dari ajaran agama dan teladan Rasulullah.

Hal ini juga untuk mengatasi tuduhan bahwa Indonesia adalah salah satu penyumbang erosi bumi terbesar. Karena memang alam kita ini ringkih. Maka kita harus tahu karakter alam Indonesia ini dan memeliharanya melalui gerakan penghijauan. Sebab yang akan jadi korban tentunya adalah masyarakat Indonesia juga apabila alam semakin panas dan tidak bersahabat karena kekurangan tumbuh-tumbuhan, ujar Jimly.

Rangkaian program Generasi Lintas Budaya Foundation dengan tema Green Optimis Bersama Merawat Lingkungan Hidup Bumi Pertiwi ini didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Badan Restorasi Gambut RI, BNPB, Kementerian ESDM RI, Pemko Kota Payakumbuh, ICMI, PB NU, ICRP, Komunitas Karang Pohon, Green Radio, PT PLN (Persero). (COSMAS)