Guru sebagai Model Ketaatan Siswa Pada Kaidah Penulisan yang Baik dan Benar

Spread the love

OPINI

 

Oleh Bekti Dwi Hastuti

SMP Negeri 1 Grogol

            

Penulis mengangkat tema artikel berjudul Guru sebagai Model Ketaatan Siswa pada Kaidah Penulisan yang Baik dan benar adalah dilatarbelakangi dari rasa prihatin terhadap kenyataan yang ada dan ditemui di lingkungan kerja penulis, yaitu di SMP Negeri 1 Grogol. Fakta yang ditemukan, dalam porsi yang besar, siswa menulis kurang taat pada kaidah yang baik dan benar, sedangkan yang taaat kaidah hanya dalam porsi yang kecil dan hanya dalam situasi dan saat tertentu. Saat dan situasi tertentu yang dimaksud adalah pada saat Kegiatan Belajar Mengajar mata pelajaran bahasa saja.

Kondisi riil tersebut menggelitik penulis untuk membuat sebuah tulisan dengan harapan nantinya dapat diambil manfaatnya oleh pembaca, khususnya guru dan siswa, meskipun tidak dipungkiri nantinya ada pro kontra yang mengikutinya.

Ketidaktaatan pada kaidah penulisan yang baik dan benar yang dimaksud adalah ketidaktaatan atau ketidakpatuhan siswa dalam menggunakan atau menerapkan aturan ketika melakukan kegiatan menulis dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Taat pada kaidah penulisan yang baik adalah  ketaatan menulis sesuai dengan apa yang ditulis, ditujukan kepada siapa tulisan itu, di mana dan kapan tulisan itu dibuat, serta dalam situasi yang bagaimana. Sedangkan, taat kaidah benar adalah taat dalam menerapkan aturan yang sedang berlaku saat ini baik ejaan, tanda baca, kebakuan,  keefektifan, dan kepaduan dalam penulisan.

Ketidaktaatan pada kaidah penulisan ini dapat dilihat dari hal-hal berikut ini:

  1. Penulisan surat izin tidak masuk sekolah yang dibuat siswa. Jika wali kelasnya bukan guru bahasa, maka surat izin yang dibuat tersebut tidak akan tampak ketidaktaatannya pada kaidah. Apabila wali kelasnya guru bahasa, maka akan mencermati dan akan menemukan beberapa kesalahan penulisan yang menunjukkan ketidaktaatan pada kaidah. Kaidah yang berkaitan dengan tanda baca, ejaan, diksi, kebakuan, keefektifan, dan kepaduan banyak diabaikan. Hal ini menurut penulis adalah sebuah kesengajaan karena siswa menganggap tidak ada risiko di belakangnya. Artinya, wali kelas tidak akan meneliti surat izin yang dibuat secara teliti dan tidak ada sanksi jika ada kesalahan penulisan.
  2. Dalam pengerjaan tugas mata pelajaran selain bahasa (terutama Bahasa Indonesia), siswa mengabaikan kaidah yang benar dalam penulisannya. Hal ini sebuah kesengajaan karena siswa tahu kalau ketaatan pada kaidah dalam pengerjaan tugas selain mata pelajaran bahasa tidak menjadi salah satu indikator penilaian.
  3. Selain dari sisi siswa, guru juga menunjukkan ketidaktaatan pada kaidah. Misalnya, saat guru menulis di papan tulis, masih banyak dijumpai ketidaktaatan tersebut. Ketidaktaatan tersebut terutama pada penggunaan tanda baca, huruf kapital, dan singkatan.
  4. Ketidaktaatan juga ditemukan pada kalimat komentar yang dibuat guru  pada lembar kerja siswa atau buku tugas.

Melihat kondisi dari dua sisi tersebut, sebagai guru bahasa Indonesia merasa risih dan bersalah. Berawal dari dua rasa itu maka penulis mempunyai gagasan dan harapan untuk mengembalikan dan meningkatkan ketaatan peserta didik pada kaidah penulisan yang baik dan benar. Langkah apa yang ditempuh untuk mewujudkan gagasan tersebut? Menurut penulis ada beberapa hal yang bisa ditempuh, yaitu:

  1. Guru sebagai penentu ketaatan siswa pada kaidah penulisan yang baik dan benar, maka harus dapat menjadi model yang baik bagi siswa. Semua guru, baik guru bahasa maupun nonbahasa harus dapat menulis dengan baik dan benar. Untuk dapat menulis dengan baik dan benar, maka semua guru harus mau belajar kaidah yang sedang berlaku. Belajar kaidah bisa dilakukan dengan kegiatan workshop atau semacam Bedah Kaidah yang diselenggarakan sekolah yang bersangkutan.
  2. Setelah guru tahu dan paham kaidah penulisan yang baik dan benar, maka guru harus mau dan dapat menerapkannya dalam Kegiatan Belajar Mengajar, baik saat menulis di papan tulis maupun dalam membuat kalimat komentar di lembar kerja dan buku tugas siswa.
  3. Selain guru harus dapat menjadi model yang baik, guru harus memegang teguh asas konsistensi dengan cara harus memantau ketaatan peserta didik dalam mengimplementasikan kaidah yang baik dan benar.
  4. Guru seyogyanya menjadikan ketaatan siswa pada kaidah yang baik dan benar sebagai salah satu indikator penilaian.

Mungkin ada pro dan kontra yang mengikuti sehubungan dengan tulisan ini. Namun, kalau kita kembalikan ke tugas kita sebagai pendidik yang memaknai roh Sumpah |Pemuda, yaitu wujud cinta dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, maka dibutuhkan kesadaran dan kemauan untuk dapat menjadi model yang baik. Dengan demikian kita akan membantu menciptakan peserta didik sebagai genarasi muda yang menghargai dan menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar baik secara lisan maupun tulisan. ***     Foto ilustrasi: Internet

Editor: Cos