Bahasa Jawa Menghadapi Tantangan Global

Spread the love

OPINI PENDIDIKAN

Oleh: Sri Suprapti

Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta

        Sri Suprapti

Pendidikan merupakan proses pembudayaan masyarakat, artinya bahwa pendidikan berakar dari budaya bangsa, termasuk di dalamnya adalah budaya lokal. Untuk membangun kehidupan bangsa di masa kini dan masa yang akan datang menggunakan pendidikan yang berbasis budaya.

Seperti yang digunakan oleh pemerintah pada saat ini dalam melaksanakan pendidikan menggunakan Kurikulum 2013 yang merupakan perubahan dari Kurikulum 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Pendidikan yang berbasis  budaya menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan antara lain berdasarkan budaya daerah beragam. Tujuannya adalah untuk membangun kehidupan masa kini dan untuk membangun dasar bagi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Keragaman budaya Indonesia dalam Kurikulum 2013 ini dikembangkan melalui pemberdayaan muatan lokal. Alasan dari pada pembelajaran muatan lokal sebagai salah satu upaya mengangkat keunggulan budaya bangsa, seperti misalnya bahasa daerah.

Dalam hal ini misalnya, karena penulis berada di tanah Jawa dan sekaligus mengajar mata pelajaran Bahasa Jawa,  maka yang menjadi unggulan penulis sendiri adalah bahasa Jawa. Banyak sekali keunggulan-keunggulan yang didapat dari mata pelajaran Bahasa Jawa. Sebagai contoh misalnya budaya, tradisi, bahasanya serta teknologi yang dipelajari secara langsung oleh siswa  agar mengena dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya dan spiritual di daerah Jawa.

Selain Bahasa Jawa sebagai pembelajaran muatan lokal, juga mempunyai tujuan agar siswa  dapat melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajaran yang masuk dalam muatan lokal, diusahakan sedapat mungkin bisa diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi masyarakat Jawa, dalam interaksi sosial dengan masyarakat sekitar pada khususnya dan dalam kehidupan berbangsa pada umumnya.

Di Kota Surakarta satuan pendidikan Sekolah Menengah Pertama menggunakan muatan lokal Bahasa Jawa. Dalam setiap sekolah guru mendapatkan jatah dua  jam pelajaran tiap minggunya. Tetapi ada sekolahan yang hanya diberi jatah satu jam pertemuan, padahal jumlah gurunya 2 orang (perlu perhatian dari yang mempunyai kewenangan!).

Bahasa Jawa sendiri merupakan salah satu karakteristik budaya bangsa yang unik. Keanekaragaman muatan lokal Bahasa Jawa merupakan kekayaan budaya yang sangat perlu sekali dipilih dan sangat layak dijadikan bahan pembelajaran. Sehingga para guru dan siswa  semakin merasa bangga dengan budaya, bahasanya sendiri dan tetap memiliki jati diri yang kuat.

Akhir-akhir ini semua pihak mengharapkan agar siswa  jaman sekarang mempunyai etika dan unggah-ungguh yang baik dan benar. Selain itu siswa harus juga mempunyai karakter/watak yang baik. Tidak ada gunanya siswa pandai tetapi tidak mempunyai karakter (akhlak) yang baik dan benar. Oleh karena itu di muatan lokal Bahasa Jawalah akan ditemukan hal-hal yang menyangkut etika/unggah-ungguh dan karakter/akhlak yang dicari oleh siapapun juga.  Bahkan bisa dikatakan bahwa guru Bahasa Jawa harus bisa menjadi contoh yang baik bagi guru yang lain dan siswa (peserta didiknya), juga harus bisa dipercaya oleh siapa pun, kapan pun, dimana pun juga. Biasanya kalau ada siswa yang tidak punya sopan santun/tata karma, maka yang ditanyakan pertama kali adalah, “Siapa guru Bahasa Jawanya?”  Tidak mungkin akan ditanyakan, “Siapa guru Matematikanya?  Siapa Kepala Sekolahnya?” dan lainnya.

Secara rasional saja, misalnya kalau di dalam keluarga semuanya berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil yang benar maka bisa dikatakan bahwa keluarga itu mempunyai unggah-ungguh dan akhlak yang baik. Kenapa? Sudah jelas kalau menggunakan Bahasa Jawa Krama Inggil itu ada tata cara tersendiri dan  mempunyai tujuan untuk menghargai yang muda dan menghormati yang lebih tua. Bahasa Krama Inggil digunakan oleh: peserta didik dengan guru, anak muda dengan yang lebih tua, anak dengan orang tua, bawahan dengan atasan.

Bahasa Jawa Krama Inggil itu merupakan bahasa yang paling halus (lebih menghargai) untuk menghargai orang lain dan merendahkan diri sendiri. Bahasa Jawa Krama Inggil itulah yang merupakan salah satu ciri khas orang Jawa yang sebenarnya. Bahkan kalau mau mengakui, menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil ini bisa menghindari percekcokan. Karena tidak mungkin terjadi percekcokan apabila menggunakan Bahasa Jawa Krama Inggil. Oleh karena itulah yang membuktikan bahwa begitu halusnya bahasa Jawa Krama Inggil  itu, sehingga bahasa Krama Inggil juga bisa disebut dengan bahasa Krama Alus.  Kalaupun ada percekcokan yang menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil itu  hanya terjadi pada pentas Kethoprak atau pentas yang lainnya.

Selain penggunaan bahasa Jawa Krama Inggil, dalam Muatan Lokal juga disebutkan ungkapan kata-kata yang menyebutkan tentang watak-watak manusia yang baik dan buruk. Bahkan ungkapan itu sering digunakan oleh orang yang berada di luar Jawa yang nota bene bukan asli orang Jawa misalnya: adigang, adigung, adiguna (mengandalkan kekuatannya, kelebihannya dan kepandaiannya), andhap asor (tidak sombong ).

Dalam Kasusastran terdiri dari paribasan, bebasan, sanepan dan saloka. Paribasan (peribahasa) adalah ucapan singkat tetapi mengandung arti yang dapat dijelaskan lebih luas. Contoh: Ana catur mungkur (ora gelem ngrungokake rerasan kang ora becik) arti dalam bahasa Indonesia tidak mau mendengarkan cerita yang tidak baik. Becik ketitik ala ketara (becik lan ala bakal ketara ing tembe mburine) artinya bahwa baik dan buruk seseorang suatu saat akan terlihat juga.

Setelah mengetahui pernyataan di atas, jelas bahwa muatan lokal berorientasi  pada upaya pengenalan, pelestarian dan pengembangan potensi daerah untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global. Dan bisa disimpulkan juga bahwa dengan strategi atau upaya seperti ini siswa sebagai generasi penerus akan senantiasa mempertahankan, memperkuat serta meneguhkan nilai lokalitas dalam kehidupan modern.

Contoh: pesan moral dalam ungkapan budaya daerah seperti ungkapan rukun agawe santosa dari Jawa yang berarti bersatu akan menjadi kuat. Pesan moral ini jika dipahami dan dilaksanakan oleh siswa akan membentuk karakter dalam menghadapi tantangan global budaya individualistik.

Muatan Lokal siap menghadapi tantangan global. Tetapi kenyataannya Muatan Lokal masih dianaktirikan.  Tidak masuk dalam Ujian Nasional. Bagaimanakah pendapan Anda? ***

Editor: Cosmas