Ruang Atas Space And Gathering Terapkan Manajemen “Ndi Sing Selo”

Spread the love

SOLO, Poskita – Ruang Atas berdiri  sejak tahun 2015, berlokasi di Ngemplak Sutan, RT 1/ RW 37 Mojosongo, Surakarta. Pada awalnya sebuah kontrakan yang ditempati oleh beberapa mahasiswa Seni Rupa ISI Surakarta yang tergabung dalam kelompok kecil bernama Pemuda Teyeng (Pe Te). Atas akumulasi bersama dari beberapa kelompok seperti Pe Te dan SAYAP (Surakarta Young Artist Project), akhirnya setelah direnovasi salah satu kamar dalam rumah kontrakan tersebut beralih fungsi menjadi sebuah artspace.

Proses awal pendirian galeri Ruang Atas,sudah terkendala  pada sisi pendanaan. Untuk merenovasi ruangan tersebut, para penggagas yang semuanya masih mahasiswa Seni Rupa Murni ISI Surakarta tidak mempunyai dana. Akhirnya, dari hasil obrolan,  mereka membuat program penggalangan dana melalui penjualan karya dan stiker. Menurut Wahyu Eko Prasetyo, manajer program Ruang Atas, fundrising tersebut berjalan karena memanfaatkan jaringan pertemanan.

“Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan dana untuk memperbaiki ruang tersebut agar layak untuk dijadikan ruang pamer, dengan jalan fundrising melalui lelang lukisan. Pada waktu itu mendapatkan lima karya grafis cukil dan sablon milik Acin Hery, Agung, Indra, Dawa dan Wahyu Eko Prasetyo. Dibantu Eko Nugroho untuk fundrising di sana (DGTMB Artspace). Pameran selama tiga hari, dan dari sana branding ruang atas mulai dikenal. Ruang anak muda, bahwa anak muda dapat membuat ruangnya sendiri”, jelas Wahyu Eko Prasetyo (24/8)

Ruang Atas sekarang berlokasi di Jl. Sumbing Raya Mojosongo Surakarta, tidak mempunyai sistem kuratorial yang ketat, siapapun boleh dan bisa pameran. Syaratnya hanya mempunyai karya, ada tulisan pengantar pameran dan senimannya sanggup presentasi dalam sesi artist talk. Kemudahan berpameran di Ruang Atas ini sesuai dengan tujuan awal berdirinya Ruang Atas, yaitu untuk ruang mediasi bagi perupa muda di Surakarta.

“Ruang Atas adalah ruang mediasi. Minimal mereka (para perupa muda) dapat show off di antara kita sendiri. Dapat membangun kultur yang paling sederhana, karena menurutku mustahil kalau kita dapat dikenal kalau kita tidak dapat mengenal teman kita sendiri. Menurutku itu yang paling sederhana yaitu apresiasi, meskipun itu hanya diskusi atau presentasi karya. Menurutku itu yang paling mendasar, kenapa akhirnya Ruang Atas ini perlu diperjuangkan”, kata Eko.

Setelah tiga tahun berjalan, Ruang Atas telah memproduksi sebanyak 45 kegiatan, baik dari kerja in house maupun out door. Dari kegiatan tersebut akhirnya branding Ruang Atas mulai terbangun, sebagai ruang pamer alternatif bagi perupa muda. Banyak perupa muda dari luar kota yang tertarik untuk mempresentasikan karyanya di sana. Selain itu, Ruang Atas juga telah berhasil membangun komunitas baik perupa muda di Surakarta dan masyarakat umum yang tertarik pada dunia seni rupa.

Ruang Atas memilih segmentasi pasarnya adalah anak muda atau perupa muda. Hal ini melihat kebutuhan dan kesulitan para perupa muda yang ada di Surakarta untuk membuat brand dan mendistribusikan karyanya. Hal ini seperti yang diutarakan oleh eko, “Kalau melihat produksi karya, saya melihat peluang yang sangat besar. Misalnya, berapa jumlah mahasiswa seni rupa yang ada di Surakarta. Dalam satu semester mereka membuat karya tugas berapa, berapa yang disimpan, berapa yang akhirnya cuma mlangkrak. Itu sudah banyak sekali, sebuah potensi yang luar biasa”.

Meskipun sudah berjalan selama tiga tahun lebih dan sudah menggelar berbagai kegiatan, ternyata kunci sukses tata kelola ruang atas adalah menguatkan modal sosialnya, jejaring mahasiswa dan perupa muda terus dikembangkan. Manajemen yang diterapkan oleh Ruang Atas juga unik, mereka menggunakan manajemen Ndi Sing Selo.

“Manajemen yang kami terapkan bukanlah manajemen modern, tetapi manajemen ndi sing selo. Manajemen ini lebih luwes, siapa yang punya waktu dan bisa mengerjakan maka dialah yang mengerjakan dan bertanggungjawab terhadap kegiatan tersebut”, kata Eko menutup pembicaraan. (Sat)